Abad 21 Dan Peluang Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia

Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi (foto; ist)
BisnisNews.id - Isu ini diawali oleh ketiadaan pengelolaan limbah organik yang berupa sisa tanaman (jerami, dedaunan, sayur-sayuran, dan lain-lain) yang menimbulkan permasalahan lingkungan. Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai tersadarkan akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis di sektor industri pertanian.
Untuk menjaga keberlangsungan pola hidup sehat manusia dan keberlanjutan lingkungan hidup yang hijau dan lestari menjadi pilihan arif dengan mengkonsumsi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO, 2002) mengkonfirmasi, selama 10 tahun terakhir ini banyak bermunculan penyakit akibat keracunan zat kimia yang digunakan untuk pertanian (pestisida dan pupuk kimia). Produk pertanian yang memiliki residu bahan kimia beracun dapat memicu proses degradasi kronik, penuaan dini, dan penyakit degeneratif.
Pestisida kimia merupakan bahan beracun yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Pestisida kimia bersifat polutan sehingga dapat menyebarkan radikal bebas yang mengakibatkan kerusakan organ tubuh, mutasi gen, dan gangguan susunan saraf pusat.
Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bukti, bahwa terdapat hubungan pestisida sebagai penyebab timbulnya kanker, tingkat kesuburan menurun, dan gangguan sistem kekebalan tubuh. Salah satu kajian kasus dampaknya pernah dilakukan di beberapa Negara benua Asia terhadap pekerja wanita yang bekerja di perkebunan dan berhubungan langsung dengan penggunaan pestisida, seperti para pekerja yang ada di Malaysia.
Para pekerja wanita yang hampir setiap hari menggunakan pestisida telah mengakibatkan gangguan kesehatan yang kronis dan akut, seperti gatal-gatal, sesak napas, sakit dada, nyeri otot, mata rabun, pusing, sakit kanker, serta perut mual dan nyeri.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meminimalisir perluasan penyakit tersebut, yaitu memilih gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi bahan pangan alami. Slogan “Back to Nature” yang pada akhirnya menjadi arah baru (trend) masyarakat dunia harus ditindaklanjuti dengan mengakomodasi kebutuhan masyarakat konsumen akan produksi pangan organik.
Menanggapi perkembangan yang terjadi ditengah masyarakat dunia tersebut, maka ¹mau sistem budidaya seharusnya meninggalkan pola produksi lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Dengan demikian, pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.
Apakah itu Pertanian Organik?
Pertanian organik adalah sebuah sistem budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Pertanian organik juga merupakan kegiatan bercocok tanam yang ramah atau akrab dengan lingkungan dengan cara berusaha meminimalkan dampak negatif bagi alam sekitar dengan ciri utamanya, yaitu menggunakan varietas lokal, pupuk, dan pestisida organik dengan tujuan untuk menjaga kesuburan tanah dan sumberdaya air serta kelestarian lingkungan hidup secara berkelanjutan.
Budidaya pertanian organik yang utama, adalah tidak menggunakan pupuk buatan yang berasal dari bahan bakar minyak, pestisida, atau makanan dari hasil modifikasi genetika.
Tujuan utama pertanian organik untuk menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes).
Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar.
Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik.
Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.
Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar dipasok (supply) oleh negara-negara maju yang telah memiliki kesadaran organik tinggi seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.
Hal ini juga disebabkan oleh luas lahan (areal) tanam pertanian organik terluas juga terdapat di Australia dan Oceania, yaitu sekitar 7,7 juta hektar (Ha). Benua Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing memiliki luas lahan sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Sedangkan luas lahan tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar.
Komoditas organik yang mendominasi diperdagangkan di pasar internasional, yaitu sayuran, kopi dan teh di samping produk peternakan. Namun, potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri masih sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas.
Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada subsidi dan insentif terkait harga yang memadai bagi para petani dan sektor pertanian organik, 2) kemapanan dalam budidaya non organik membuat pengembangan produksi terhambat karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) konsumsi pasar didalam negeri masih terbatas sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut, sementara potensi ekspor terkendala oleh standar dan prosedur sertifikasi.
Permasalahan yang berkaitan dengan sarana produksi pertanian organik antara lain: 1) belum tersedianya kapasitas pupuk kompos/pupuk organik yang memadai. 2) pupuk organik digunakan pada pertanian organik untuk memperkaya hara dalam tanah dan menyehatkan tanaman serta memperkecil unsur basa yang berpengaruh.
3) dukungan teknologi tepat guna yang masih terbatas sehingga proses produksi pertanian organik belum efektif dan efisien. 4) proses dan mekanisme sertifikasi pertanian organik dalam negeri yang mengacu pada SNI 6729:2013 tidak dapat dijangkau para petani maupun sertifikasi yang diwajibkan oleh negara-negara tujuan ekspor.
*Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi/hlm