Bus Keperintisan Masih Merintih
Senin, 15 Maret 2021, 07:51 WIB
BisnisNews.id -- Selama ini, penyelengaraan bus keperintisan identik dengan kondisi jalan yang rusak. Hendaknya, imajinasi ini harus dihilangkan, pasalnya tak akan banyak daerah yang ekonominya akan berkembang. Prasarana jalan yang rusak tidak akan memberikan kelancaran mobilisasi orang dan barang. Prasarana jalan menjadi prasyarat sebelum dioperasikan angkutan jalan perintis.
Hakekat pemberian subsidi bagi angkutan perintis adalah lokasi pelayanan adalah untuk menghubungkan antara daerah terisolir, terpencil dan tertinggal. Dan tidak ada penyelenggaraan layanan transportasi lainnya dan secara aspek bisnis belum atau tidak menguntungkan.
Penyelenggaraan subsidi angkutan jalan perintis berpedoman pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 73 Tahun 2019. Ada dua kriteria untuk menetapkan angkutan jalan perintis, yaitu faktor finansial dan faktor keterhubungan.
Kriteria faktor finansial berupa tingkat kemampuan daya beli masyarakat untuk aksesbilitas angkutan antardaerah masih rendah; trayek yang penetapan tarifnya di bawah biaya operasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah.
Sedangkan kriteria faktor keterhubungan dapat berupa menghubungkan wilayah terisolasi dan/atau belum berkembang dengan kawasan perkotaan yang belum dilayani Angkutan umum; menghubungkan daerah terpencil, terluar. Dan tertinggal dengan wilayah yang sudah terbangun di wilayah Indonesia; melayani daerah yang terkena dampak bencana alam; dan melayani perpindahan penumpang dari Angkutan penyeberangan perintis atau Angkutan udara perintis
Dalam hal pelayanan Angkutan Jalan Perintis untuk angkutan orang harus memenuhi kriteria (a) memiliki trayek tetap dan teratur; (b) sifat pelayanan tidak boleh terhenti; (c) tidak bersinggungan dengan trayek yang sudah dilayani oleh angkutan umum lainnya;
(d) lokasi keberangkatan dan kedatangan berupa terminal, halte, atau fasilitas perpindahan moda dalam rangka integrasi pelayanan intra dan antarmoda; (e) mencantumkan informasi Trayek dan tarif pada terminal atau fasilitas perpindahan moda dalam rangka integrasi pelayanan intra dan antarmoda; (f) memberikan pelayanan angkutan paling sedikit 1 keberangkatan dalam setiap hari; dan (g) menyediakan kendaraan cadangan paling sedikit 10% dari jumiah kendaraan yang dioperasikan.
Melalui penyelenggaraan angkutan jalan perintis diharapkan dapat mengembangkan potensi perekonomain daerah. Keberadaan bus keperintisan sangatb penting dan diharapkan oleh masyarakat di daerah pedalaman yang belum terjangkau sarana transportasi umum secara optimal.
Demikian pula dengan jenis kendaraan yang dioperasikan haruslah tidak hanya dapat mengangkut penumpang, akan tetapi diberikan ruang untuk penempatan barang. Lain halnya dengan angkutan perkotaan yang memang digunakan hanya untuk mengangkut orang.
Bus keperintisan diselenggarakan pertama kali tahun 2001 oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Penyelenggaraan angkutan jalan perintis saat itu untuk 12 provinsi dengan 74 trayek layanan. Pada saat itu, subsidi yang diluncurkan sebesar Rp 4,6 miliar dan belum ada bantuan armada bus.
Baru tahun 2004 ada program bantuan armada bus sejumlah 5 unit bus. Berikutnya, setiap tahun diadakan pengadaan armada bus untuk setiap membuka trayek baru atau menggantikan armada bus yang sudah rusak atau berakhir masa operasinya. Terakhir program bantuan armada bus itu diberikan tahun 2016 sebanyak 200 unit bus.
Pelayanan angkutan jalan perintis sudah berlangsung 20 tahun dan diselenggarakan di 32 provinsi. Pada tahun 2021, pemerintah mengucurkan Rp 134,9 miliar untuk 324 trayek di 32 provinsi. Jumlah subsidi angkutan jalan perintis masih lebih kecil dibandingkan dengan subsidi KA (Rp 3,4 triliun), angkutan umum perkotaan (Rp 500 miliar).
*Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Kabid Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat/hlm