Di Tengah Pandemi, Bukan Dapat PMN Pertamina Hanya Mendapatkan Pengakuan Piutang Rp140,5 Triliun
Minggu, 07 Juni 2020, 06:15 WIB
BisnisNews.id -- Banyak BUMN lain dapat PMN/ dana talangan di saat Pandemi Corona (Covid-19). Namun Pertamina cuma mendapat pengakuan piutang Rp140,5 triliun. Pengakuan berarti "tidak dibayarkan" oleh pemerintah. Artinya uang Pertamina ngendap di kantong Menteri Keuangan?
Kondisi ini jelas merugikan rakyat. Mengapa, karena sampai saat ini rakyat tidak dapat memperoleh harga BBM yang normal yang didistribusikan Pertamina. Harga BBM sepenuhnya masih diatur melalui regulasi pemerintah dan juga melalui tekanan politik.
Bisa jadi Pemerintah tidak akan membayar utang Rp140,5 triliun ini kepada Pertamina. Pemerintah tampaknya akan menggunakan kesempatan selisih harga sekarang untuk menutupi utang kepada Pertamina yang besar tersebut.
Harga beli BBM impor yang murah, menjual ke rakyat mahal akan menjadi alat untuk melunasi utang Pemerintah kepada Pertamina.
Artinya rakyat dipaksa akan mensubsidi Pemerintah saat ini. Rakyat yang akan membayar utang Pemerintah kepada Pertamina. Utang Pemerintah kepada Pertamina nantinya akan dihapus secara otomatis, karena adanya selisih harga BBM impor murah sekarang yang dijual ke rakyat dengan mahal.
Ini adalah cara yang buruk, kerana rakyat dirugikan. Ibarat sudah jatuh, malah tertimpa tangga. Kepala rakyat pening kena akibat covid-19 malah dihajar dengan BBM mahal.
Sementara Pertamina juga dirugikan sudah keuangannya jebol akibat utang besar malah hanya dapat pepesan kosong. Sisi lain sektor hulu bangkrut dan kilang terpaksa ditutup karena merugi.
Jadi, sebaiknya Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin segera membayar utang kepada Pertamina, bukan sekedar pengakuan piutang. Tapi segera dibayar. Dengan demikian Pertamia memiliki kesempatan bernafas dan bisa melakukan penyesuaian harga BBM sesuai dengan harga pasar saat ini.
Dengan demikian, ekonomi rakyat juga bisa bergerak lagi. Covid sudah memukul sektor konsumsi. Dikarenakan harga BBM menentukan harga transportasi, harga listrik, harga barang dan jasa lainya. Dengan demikian, maka ekonomi bisa tumbuh normal walau di tengah wabah. Konsumsi bisa tumbuh lagi. Ngerti ora ?
*Salamuddin Daeng, Peneliti AEPI Jakarta/ hel