Gugus Tugas, Mudik Tetap Dilarang
Jumat, 08 Mei 2020, 06:07 WIB
BisnisNews.id -- Jujur, sungguhnya tidak ada hal yang baru dengan dikeluarkan Surat Edaran Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Selama ini juga sudah berjalan pengecualian untuk kepentingan tertentu. Namun, mudik memang tetap dilarang.
Pengecualian dapat diberikan untuk 3 kelompok. Pertama, pada lembaga pemerintah atau swasta yang melakukan perljalanan untuk enam jenis pelayanan, yaitu (a) pelayanan percepatan penanganan Covid-19; (b) pertahanan, kemanan, dan ketertiban umum; (c) kesehatan; (d) kebutuhan dasar; (e) pendukung layanan dasar; dan (f) fungsi ekonomi penting.
Kedua, diperbolehkan juga untuk pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat atau perjalanan orang yang anggota keluarga intinya (orangtua, suami/istri, anak, saudara kandung) sakit keras atau meninggal dunia.
Dan ketiga, untuk repratiasi pekerja migran (PMI), WNI dan pelajar/mahasiswa yang berada di luar negeri, serta pemulangan orang dengan alsan khsusu oleh pemerintah sampai daerah asal. Yang penting memenuhi ketentuan yang berlaku.
Surat Edaran Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 tidak bertentangan, akan tetapi saling memperkuat PM Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mduik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Sanksi Tegas ?
Bagi apparat Kepolisian menjadi dilematis ketika harus menerapkan pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan di tengah kondisi keuangan pemudik yang menipis. Nanti dikira Polisi kurang tanggap dengan kondisi psikologis masyarakat.
Sanksi dapat diberikan bagi yang melanggar aturan berlalu lintas dengan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yakni pasal 303 untuk pelanggaran angkutan barang digunakan membawa penumpang dan pasal 308 bagi angkutan pelat hitam membawa penumpang. Sedangkan warga yang melanggar dalam kesehatan, dapat digunakan pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan.
Mobil barang dilarang digunakan untuk angkut orang, kecuali (a) rasio kendaraan bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasanara jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai; (b) untuk pengerahan atau pelatihan TNI dan/atau Kepolisian RI; dan (c) kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian RI dan/atau Pemerintah Daerah (pasal 137 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).
Setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang kecuali dengan alasan pasal 137 ayat 4 dapat dipidana kurungan maksimal satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (pasal 303).
Dapat dipidana kurungan maksimal 2 bulan atau denda maksimal Rp 500 ribu bagi setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor umum (a) tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek; (b) tidak memiliki izin menyelnggarakan angkutan oranag tidak dlaam trayek; dan (c) tidak meiliki izin menyelenggarakan angkutan barang khusus dan alat berat (pasal 308).
Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, menyatakan, bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dapat dipidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana paling banyak Rp 100 juta.
Warga mampu menuju melarat
Ada sejumlah warga yang tidak masuk dalam kategori orang miskin yang perlu mendapat banuan sosial dan sembako di tengah merebaknya wabah virus Corona seperti sekarang ini. Kelompok ini sekarang yang semula mandiri dengan penghasilan harian, sekarang sudah melarat menju sekarat. Bisa-bisa akan mati kelaparan di ibukota jika tidak segera pulang kampung. Ketersedian uang main menipis, tidak ada yang peduli dengan kodisi mereka.
Kelompok ini dengan segala cara pasti dilakukan untuk segera tiba di kampung halaman. Jika pemerintah menghendaki agar mereka tidak mudik, maka berikanlah jaminan hidup berupa bantuan logistik selama berada di perantauan. Cukup memberatkan jika jaminan logistik untuk hidup kelompok ini dibebankan pada pemda di Jabodetabek. Diperlukan ada sinergi antara peran pemda tempat tinggal tetap perantau dan pemda tempat perantau mencari nafkah.
Di samping itu, masih ada lagi sejumlah pekerja konstruksi yang hingga kini masih tetap bekerja di beberapa proyek konstruksi pemerintah dan swasta di Jabodetabek. Mereka ini mendapatkan penghasilan mingguan.
Pekerja konstruksi itu mayoritas berasal dari luar wilayah Jabodetabek. Selama musim Lebaran ada jeda waktu sekitar dua minggu tidak bekerja. Apakah mereka ini diijinkan pulang kampung atau tetap berada di tempat tinggal sekarang. Lantas, siapa yang akan menanggung biaya hidup selama dua minggu tersebut. Atau masa jeda tidak bekerja dapat diperpendek kurang dari seminggu, supaya tidak terlalu lama menganggur.
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan telah melakukan survey online (daring) Pengaruh Wabah Covid-19 terhadap Penyelenggaraan Angkutan Lebaran 2020.
Survey pertama, menemukan sebanyak 57 persen memutuskan untuk tidak mudik, 37 persen belum mudik dan 7 persen sudah mudik. Hasil survey kedua yang memutuskan tidak mudik meningkat 13 persen menjadi 69 persen. Sementara yang belum mudik menurun menjadi 24 persen (semula 37 persen).
Angka 24 persen ini yang masih punya hasrat ingin tetap mudik. Jika melihat data pemudik 2019 sebesar 18,34 juta, maka ada sekitar 4,4 juta masih minat mudik. Diperkirakan kelompok perantauan yang belum tertangani jaminan logistik masih berada di Jabodetabek sekitar 1 juta orang.
*Djoko Setijowarno, akademisi Prodik Teknik Sipil Unika Soegijopranoto dan Kabid Advkasi dan Kemasyarakatt MTI/ hel