Jalan Dengan Geometrik Sub Standar dan Elnusa Petrofin Sebagai Leader Keselamatan

Tikungan Sitinjau Lauik, Padang salah satu contoh jalan sub standard yang sering memicu kecelakaan lalu lintas (foto: ist)
BisnisNews.id -- Di Indonesia banyak ditemukan jalan dengan kondisi geometric yang sub standar. Kondisi jalan ini cukup berbahaya dan bisa memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas. Performansi geometric jalan terdiri atas tiga unsur pembentuknya, yaitu penampang melintang jalan yang terkait lebar badan jalan, bahu jalan, jumlah lajur dan sebagainya.
Kemudian, penyelarasan vertical yang terkait dengan tanjakan dan turunan dan yang terakhir adalah penyelarasan horizontal yang terkait dengan radius menikung, super elevasi, tikungan ganda dan sebagainya.
"Semua itu sudah ada ketentuan standarnya untuk setiap jenis jalan, baik kelas, fungsi maupun karakteristik topografinya," kata investigator dan Ketua UB Komite Investigasi Kecelakaan Transpirtasi Darat KNKT Ahmad Wildan kepada BisnisNews.id.
Namun demikian, lanjut dia, kita banyak menemukan kondisi jalan yang geometriknya dibawah standar yang dipersyaratkan atau disebut substandar. Hal ini disebabkan karena keterbatasan spasial maupun finansial baik di APBN atau APBD.
Dalam kondisi seperti ini, jelas Wildan, biasanya hal ini akan diatasi dengan adanya fasilitas lain berupa rambu, marka, pagar pengaman jalan dsb yg disebut sebagai self explaining road dan forgiving road.
Pada kondisi sub standar, papar dosen PKTJ itu, hal ini seringkali menimbulkan resiko pada jenis kendaraan tertentu, seperti sub standar yang terkait dengan koordinasi antara penyelarasan vertical dan horizontal berupa tanjakan yang disambung dengan tikungan patah.
Kondisi jalan seperti ini, menurut alumni STTD Bekasi itu, sangat berbahaya pada jenis kendaraan dengan beban yang berat. Khususnya, kendaraan yang menggunakan roda penggerak tunggal, dan dari 3 sumbu roda hanya satu sumbu saja yang berputar mendorong truk.
Sementara 2 sumbu lainnya hanya berfungsi sebagai penopang. "Jenis kendaraan ini seringkali mengalami sliding pada rodanya dan melorot kebawah karena tak kuat di jalanan menanjak," kilah Wildan.
Elnusa Menjadi Leader Keselamatan
Kasus ini (kendaraan tak kuat menanjak), menurut Wildan, pertama kali ditemukan KNKT pada kasus rem blong truk tangki PT Elnusa Petrofin pada tahun 2018 di daerah Samarinda Bontang. Tim KNKT turun ke lapangan dan melakukan investigasi mendalam terkait kasus truk tangki BBM ini.
Saat itu, papar Wildan, KNKT merekomendasikan agar PT Elnusa Petrofin menggunakan armadanya dengan truk berpenggerak ganda ( 6x4 ) yang memiliki roda penggerak pada dua sumbu agar mampu melibas keterbatasan geometric yang sub standar.
Sejak saat itu, terang Wildan, PT Elnusa Petrofin telah menerapkan kebijakan penggunaan truk roda penggerak ganda pada rute dengan kondisi geometric yang sub standar ini seperti halnya pada rute Gilimanuk – Denpasar (tanjakan Samsam), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi dan masih banyak daerah lainnya.
Itulah sebabnya pada saat monitoring daerah Sitinjau Lauik, Padang yang memiliki kondisi geomterik sub standar, KNKT merekomendasikan kepada BPTD Sumatera Barat untuk membuat surat himbauan kepada perusahaan angkutan barang yang ada di wilayah Sumatera Barat untuk menggunakan kendaraan dengan roda penggerak ganda.
"Dan PT Elnusa Petrofin yang sudah mempelopori hal ini sejak tahun 2018. Diharapkan, Elnusa Petrofin tetap dapat menjadi leader untuk mempromosikan keselamatan," terang putra Tegal ini.
PT Elnusa Petrofin yang telah membangun Sistem Manajemen Keselamatannya dengan baik dengan mengacu pada Buku Pedoman Pertamina bersama sama dengan BPTD Sumatera Barat.
"Mereka diharapkan dapat menjadi motor penggerak untuk men stimulir kegiatan keselamatan di Sumatera Barat khususnya yang terkait dengan risk journey ini," tegas Wildan.(helmi)