Keuntungan BUMN, Riil atau Hanya Di Atas Kertas
Sabtu, 11 Juni 2022, 09:00 WIB
BisnisNews.id - Keuntungan BUMN tahun 2021 diklaim paling tinggi oleh Menteri BUMN Erick Tochir. Mungkin selama masa dia menjadi menteri, inilah pencapaian tertinggi yang pernah dia raih. Berapa katanya laba bersih BUMN ? Yaitu Rp126 Triliun.
Tapi jangan bangga dulu. Jumlah laba bersih BUMN itu masih simpang siur. Laporan keuangan BUMN masih banyak yang belum selesai dan belum dipublikasikan karena belum beres. Mungkin masih butuh banyak penyesuaian. Boleh jadi laba bersih itu masih asumsi di atas asumsi.
Masih ingat Garuda Indonesia kan? Sebelumnya,z mengklaim untung, eh setelah dicek ternyata perusahaan ini membuat asumsi untung yang tidak berdasar. Belakangan Garuda pun "bangkrut" tak bisa diselamatkan lagi agar bisa seperti semula.
Kalau benar BUMN untung sebesar itu, maka keuntungan itu boleh jadi beluk ada uangnya. Masih keuntungan di atas kertas. Mengapa? Karena harus diingat bahwa sebagian besar keuntungan BUMN sudah pasti datang dari kelompok BUMN perbankan. Hebat dong bank-bank BUMN. Belum tentu juga.
Justru keuntungan yang datang dari perbankan itu adalah membahayakan. Mengapa? Dana bank selama ini banyak mengalir ke Surat Berharga Negara (SBN). Secara keseluruhan dana bank di SBN mencapai Rp1.600-an triliun. Paling besar berasal dari bank BUMN tentunya.
Wajar saja dapat laba bersih besar, karena dari SBN bank bank BUMN mendapat bunga besar. Sekitar Rp. 100 triliun lebih dari nilai penempatan dana bank di SBN. Bank bank BUMN kebagian paling besar dari keuntungan menempatkan uang bank untuk dipake belanja APBN. Apakah itu baik buat ekonomi?
Ini sangat bahaya, uang bank tidak mengalir ke masyarakat, tidak diinvetasikan di sektor riel, tidak buat bangun industri atau UMKM, bukan buat biayai digitalisasi atau climate change. Uang bank digunakan oleh pemerintah untuk menggaji pegawai negeri, menggaji para menteri, menggaji anggota DPR, dll kegiatan rutin pemerintah.
Jadi, Pemerintah makan gaji dari utang. Jelas ini bahaya. Ini akan membuat ekonomi ambruk. Karena bank harusnya berfungsi sebagai agen pembangunan malah sibuk mencari bunga dengan memberi utang kepada pemerintah. Bahayanya lagi kalau sampai dana bank ini tidak bisa dibayar oleh pemerintah maka berantakan seluruh ekonomi Indonesia, bukan hanya bank bahaya.
Sebagai catatan, bukan hanya dana bank yang dipake pemerintah, tapi dana haji, dana jamsostek, dana taspen, dana asuransi BUMN dan lain sebagainya. Nanti bagaimana ini pemerintah bayarnya? Mudah mudahan tahun depan ada rejeki nomplok.
*Salamuddin Daeng, ekonom AEPI/hlm