Kisah Haedar Nashir, Meniti Karier Sebagai Wartawan Dari Nol
Senin, 05 Oktober 2020, 19:46 WIB
BisnisNews.id -- Ketum PP Muhammadiyah Prof.Dr.Haedar Nashir adalah mantan wartawan. Selain aktif di Persyarikatan Muhammadiyah, ia pernah meniti karier sebagai wartawan. Haedar mengaku belajar menjadi wartawan dari nol, dan merasakan benar sulitnya kerja mencari dan menulis berita yang baik.
Haedar Nashir menyampaikan panjang lebar pengalamannya sebagai wartawan pada Webinar Peluncuran Lembaga Uji Kompetensi Wartawan Universitas Muhammadiyah Jakarta, dalam aplikasi Zoom dan disiarkan di Channel Youtube TVMU, Senin (5/10/2020).
Haedar Nashir kala itu merasakan benar betapa sulitnya menjadi kuli tinta itu. Butuh perjuangan panjang dan kerja serta pantang menyerah. "Kondisi ini perlu menjadi renungan khususnya calon wartawan di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah," aku dia.
Masih menurut Haedar, "Saya merasakan susahnya bekerja dan membuat berita dengan mengamandalkan mesin ketik manual. Kalau salah di tips ex atau harus menulis ulang kalau ada kata atau kalimat yang salah tulis. Wartawan zaman dulu belum menggunakan laptop atau HP pintar seperti sekarang," kenang orang nomor satu di PP Muhammadiyah itu.
Haedar dengan tulus mengakui, betapa tidak mudahnya untuk menjadi wartawan. Ketika baru menyodorkan tulisan hasil liputan, dibaca sekilas, dicoret pakai tinta merah. Jika kurang beruntung bisa digulung dan dibuang di tong sampah.
Ketua Umum PP Muhammadiyah itu mengenang betapa sulitnya mencari narasumber, mengumpulkan data serta mengemas menjadi naskah berita yang enak dibaca masyarakat.
Saya 10 tahun antara (1985-1995) menjadi seorang wartawan. "Saya harus naik angkot, bus kereta bahkan berjalan kaki untuk mencari berita. Kemudian ke kantor dan menulis berita dengan ketik manual yang besar itu. Sebelum menjadi pemimpin redaksi majalah tertua di Indonesia, Suara Muhammadiyah."
Sekali lagi, menurut Haedar. untuk membuat news atau berita yang baik, biarpun kita biasa menulis di media itu tidak selalu dipandang tepat dan cocok untuk menulis sebuah berita. Sampai sering kita yakin sudah menulis dengan bagus, tapi kemudian dicoret-coret dengan tinta merah ala wartawan senior atau redaktur kita.
"Menghadapi kenyataan begitu, aku Haedar, betapa terkoyaknya perasaan kita saat itu. Ego kita seperti terkoyak saat itu," kenang Haedar Nashir dalam Webinar Peluncuran Lembaga Uji Kompetensi Wartawan Universitas Muhammadiyah Jakarta, secara online itu lagi.
Menghadapi beban tugas yang berat dan panang itu, menurut Haedar di awal-awal kejadian sempat sakit hati juga. Tetapi dalam perjalanan waktu ras itu berubah menjadi satu kesadaran untuk menjadi jurnalis yang lebih tangguh dan profesional.
Mengawali kariernya sebagai wartawan di Majalah SUara Muhammadiyah, aku Haedar, saya belajar menulis. Waktu itu Pimrednya (Suara Muhamamdiyah) pak Ajib Hamzah, seorang budayawan dan jurnalis yang sangat dikenal di Yogyakarta.
"Saya belajar dari awal sebagai wartawan. Bagaimana menulis dengan titik koma ketika menulis dan bagaimana membikin judul yang menarik dan lain sebagainya. Itu lewat proses perjalanan yang panjang. Itu jadi satu modal untuk bagaimana kita menjadi wartawan dan bagaimana menjadi seorang penulis termasuk penulis news," lanjutnya.
Dia mengenang pula, kala di Suara Muhammadiyah adanya mesin-mesin ketik yang tinggi dan tutsnya sudah sangat susahnya untuk diketik. "Bukan main itu berat sekali, butuh sekuat tenaga ini," kenangnya.
Tekad Terus Maju
Tapi semua itu justru menempa dirinya sampai seperti sekarang. Saya menjadi wartawan benar-benar dari nol, dan merasakan benar bagaimana sulit menjadi wartawan kala itu. "Namun dengan kerja keras dan tekad kuat untuk maju, akhirnya bisa juga. Sampai akhirnya menjadi orang nomor satu atau Pimred di Majalah Suara Muhammadiyah," terang Haedar.
Oleh karena itu, Haedar berpesan kepada kader muda calon wartawan khususnya di lingkungan Muhammadiyah jadikan niat Anda sebagai wartawan atau menulis untuk ibadah. Sampaikan kebenaran dan keadilan dan membawa semangat hidup Islami yang diajarkan Rasul Saw dan juga KH Ahmad Dahlan pendiri Persyarikatan Muhammadiyah.
Menjadi wartawan, tambah Haedar, khususnya bagi warga Muhammadiyah hendaknya bukan sekedar kerja. Tapi juga ibadah dan dakwan dalam rangla amar makruf nahi mungkar. "Jika hal itu yang menjadi semangat dan niat kerja kita sebagai wartawan, insya-Allah akan mebawa berkah dan amalnya terus mengalir," tegas Haedar Nashir.(helmi)