Masalah Logistik di Indonesia Tak Cukup Hanya Dengan Digitalisasi
Senin, 26 Oktober 2020, 13:48 WIB
BinisNews.id -- Berdasarkan data BPS, nilai ekspor September mencapai US$14,01 miliar naik 6,97% (m-to-m) dibanding Agustus 2020. Nilai ekspor tertinggi dari industri pengolahan sebesar US$11,56 miliar. Pada periode itu, ekspor non-migas berkontribusi sebesar 94,98%.
Sementara, pada periode itu impor juga naik 7,71% mencapai US$11,57 miliar (m-to-m). Impor bahan baku/penolong sebesar US$8,32 miliar atau naik 7,23% (m-to-m). Impor bahan baku/penolong berkontribusi sebesar 71,87%, barang modal sebesar 18,45%, sedangkan konsumsi sebesar 9,68%.
"Indikasi positif pemulihan perekonomian tersebut harus segera disikapi oleh sektor logistik Indonesia, terutama di sektor kepelabuhanan karena sekitar 90% perdagangan dunia melalui transportasi laut," kata Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi di Jakarta.
Mengutip Meyyer Christopher Lumembang, Co-Founder BoksMan Asia, Setijadi mengatakan transformasi digital harus dipadukan dengan transformasi model bisnis sehingga menciptakan ekosistem bisnis yang berkelanjutan dan pertumbuhan yang eksponensial.
Namun digitalisasi pada sektor logistik terutama pada angkutan kontainer pelabuhan yang makin gencar, misalnya, tidak cukup untuk mengatasi kompleksitas dan ketidakefisienan prosesnya.
Di lain sisi, kata Setijadi, tata letak kawasan industri, pelabuhan, dan depot kontainer di wilayah Jakarta dan sekitarnya telah mengakibatkan pergerakan truk trailer sangat tidak efisien dan tidak efektif.
"Proses impor dan ekspor serta inbound dan outbound domestic di pelabuhan Jakarta yang terfragmentasi telah menciptakan 24.000 perjalanan truk trailer tanpa muatan di wilayah itu," kata Setijadi lagi.
Lebih lanjut Meyyer juga menjelaskan, BoksMan Asia telah menyiapkan sistem untuk memobilisasi dan mengorkestrasi forwarders, trucking companies, shipping lines, dan governments untuk berkolaborasi menciptakan sebuah ekosistem yang saling menguntungkan dan berkelanjutan.(helmi)