Masih Adakah Solusi Mudik Lebaran Yang Lebih Baik, Ini Kata MTI
Sabtu, 14 Mei 2022, 19:13 WIB
BisnisNews.id - Masih adakah ruang untuk perbaikan penyelenggaraan angkutan mudik baik Idul Fitri yang lebih baik ke depan ? Ada. Syaratnya, semua pemangku kepentingan di tingkat nasional hingga paling bawah harus bersinergi selama dan setelah mudik dan arus bali untuk menghasilkan solusi dan kebijakan terbaik.
"Kita tidak boleh hanya menyalahkan petugas, tapi pengguna jalan juga harus smart dan bijak. Tujuannya agar tidak dirugikan dalam situasi mudik atau arus balik yang sangat rumit," kata Perwakilan MTI Jakarta, Prof. Ir. Leksmono Suryo Putranto, pada acara Evaluasi Angkutan Lebaran 2022, Sabtu (14/5/2022).
Dikatakan sikap ini juga akan mencegah yang bersangkutan merugikan pihak pengguna jalan yang lain. Leksmono mengatakan, masalah mudik tahunan Indonesia ini memang kompleks. Sebab, bukan hanya ketidakmampuan pemerintah menyediakan solusi, tapi juga dari perilaku mudik masyarakat yang kerap memperparah kemacetan.
Baca Juga
PENERBANGAN HAJI
Sudah 61.070 Jemaah Haji Indonesia Diberangkatkan ke Tanah Suci
PEMULIHAN EKONOMI
APBN Mei 2022 Kembali Catat Surplus
HUKUM
Pengamat: Negara Belum Cukup Kuat Menangani Kasus Kripto
Dari sisi pengambil kebijakan, menurut Leksmono, Pemerintah juga masih belum mampu menghubungkan transportasi umum antar wilayah atau dalam kota. Akibatnya, secara kalkulasi efisiensi, masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi: motor dan mobil.
"Dibanding dengan bus, mobil dan sepeda motor pribadi dipandang memberi akses langsung door to door baik untuk perjalanan antar kota maupun perjalanan di kota atau desa tujuan," jelas Leksmono dalam diskusi virtual bertajuk "Evaluasi Angkutan Lembaran 2022 M/1443 H yang dihelat MTI itu.
Untuk kebijakan di arus bebas hambatan alias tol, kritik Leksmono menilai masih belum tertata sempurna. Ia bahkan mengkritik pemberlakukan contraflow saat kondisi lalu lintas statis.Kemudian, lanjut dia, kita tidak boleh hanya menyalahkan petugas, tapi pengguna jalan juga harus smart dan bijak agar tidak dirugikan dalam situasi mudik atau arus balik yang sangat rumit.
Di sisi lain, sikap ini juga akan mencegah yang bersangkutan merugikan pihak pengguna jalan yang lain. "Padahal lalu lintas adalah sesuatu yang dinamis. Akibatnya, keputusannya kurang valid dan kurang berguna," jelas Leksmono.
Titik Kemacetan Lalin
Lalu rest area (RA) di jalan tol menjadi sorotan Leksmono. Ia bahkan menyebutnya sebagai recreation area. Pasalnya, karena rest area melayani melayani berbagai kebutuhan, termasuk yang tidak primer
"Padahal, yang dibutuhkan hanya toilet dan tempat pertukaran pengemudi. Yang gagal, RA di Indonesia kini masih menutupi bahu jalan," papar Leksmono.
Sementara, dari sisi perilaku masyarakat saat mudik salah satunya adalah soal perhitungan logistik. menurut Guru Besar Untar Jakarta itu tidak sedikit pemudik yang berhenti di bahu jalan karena mogok dan kehabisan bahan bakar.
Lazim ditemukan pengemudi saat akan masuk gerbang tol, kartu tol-nya malah rusak atau kurang dana. Hal-hal yang mestinya sepele ini justru sering menghambat arus pintu tol. "Hal ini akibat perencanaan logistik kendaraan yang tidak cermat," kata Leksmono singkat.
Penyebab macet lain yang juga tidak bisa diabaikan, tambah anggota DTKJ itu, adalah soal psikologis. Menurutnya, kondisi di jalan saat mudik sangat mempengaruhi psikis pengemudi dan membuat tidak cermat dalam berkendara.
"Secara psikologis, pengguna jalan sudah lelah dan tertekan karena terlibat kemacetan panjang. Akibatnya, yang bersangkutan terkadang kurang bijaksana dalam mengemudi, misalnya dengan berpindah-pindah lajur yang diperkirakan mempercepat tempuhnya, padahal itu justru menambah konflik dan memperpanjang waktu tempuh kendaraan di dalam sistem," tegas dia.(Helmi)