Operator Kapal Ferry Menjerit, Tarif Jauh Dibawah Harga Pokok, Standard Pelayanan Minim
Kamis, 25 Mei 2023, 16:59 WIB
BISNISNEWS.id - Operator kapal penyeberangan (Ferry) desak pemerintah segera mengabulkan permintaan kenaikan tarif. Alasannya, tarif yang digunakan sekarang ini masih jauh dari biaya pokok operasional kapal.
Selama ini, para operator kapal penyeberangan pada seluruh lintasan komersial setiap bulannya harus nombok dan terpaksa harus memangkas sejumlah pos pengeluaran operasional agar para pengguna jasa tetap bisa terlayani dan karyawan bisa gajian meskipun kadang telat.
Berdasarkan perhitungan biaya pokok operasional, para pemilik kapal penyeberangan harus menutupi kekurangan biaya pokok hingga 35,4 persen dari beban operasional.
Usulan Besara kenaikan tarif yang menjadi sumber masalah pada sisi pelayanan operator penyeberangan ini telah disampaikan melalui masing-masing assosiasinya, dengan prosentase yang berbeda, yakni 11 persen dan 19 persen.
Ketua Umum DPP Indonesian National Ferryowners Association (INFA) JA.Barata mengatakan, berdasarkan perhitungan dan pertimbangan, kemampuan daya beli masyarakat dan situasi politik, pihaknya bersama tim mengusulkan penyesuaian tarif yang telah disampaikan kepada regulator sebesar 11 persen.
Usulan itu disampaikan dengan harapan, pada tahun mendatang ada kenaikan tarif kembali sehingga bisa menutupi kekurangan biaya pokok operasional.
Penyesuaian tarif penyeberangan ini, ungkapnya sangat penting karena terkait dengan kenyamanan, keamanan dan keselamatan operasional kapal. Jangan berharap adanya pelayanan maksimal bila tarif kapal masih di bawah harga pokok.
Usulan itu meskipun belum 100 persen menutupi biaya pokok operasional, minimal mengurangi beban operator yang masih sangat tinggi.
Sedangkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (GAPASDAP) Khoiri Soetomo mengusulkan cicilan kenaikan tarif penyeberangan yang diusulkan ke pemerintah sebesar 19 persen.
Pertimbangannya, kata Khoiri, tingginya beban operasional dan masih belum tercapainya biaya pokok operasional kapal, sehingga banyak pemilik kapal harus menunda pembayaran cicilan kredit ke pihak perbankan dan seringnya keterlambatan gaji karyawan.
Bahkan GAPASDAP sendiri, berdasarkan kesepakatan para anggotanya, saat ini telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap putusan Menteri Perhubungan KM 184/2022 tentang tarif angkutan penyeberangan yang dinilainya sangat tidak sesuai dengan beban biaya operasional kapal. Operator kapal Ferry tetap mengusulkan kenaikan 19 persen.
" Kami melakukan ini agar pemerintah membatalkan atau merevisi keputusan Menteri Perhubungan tersebut dan disesuaikan dengan kebutuhan biaya pokok operasional kapal, yang kami ajukan, agar kamu bisa maksimal memberikan pelayanan kepada para pengguna jasa," kata Khoiri, usai mengikuti FGD yang digelar DPP INFA, Kamis (25/5/2023) di Jakarta,
Berbeda dengan GAPASDAP , menurut Barata, pada dasarnya mendukung semua jalur perjuangan yang ditempuh oleh rekannya, tapi pihaknya, dengan beragam pertimbangan dan kondisi saat ini, lebih memilih dialog.
" Harapan kami, besaran penyesuaian tarif yang kami usulkan segera dikabulkan, sehingga beban kami para operator kapal berkurang. Kami tidak meminta pemerintah segera memenuhi kewajiban hingga 100 persen biaya pokok tapi cukup mengurangi beban, dan bisa disesuaikan kembali pada tahun berikutnya, sehingga beban operasional sesuai dengan perhitungan atau mencapai 100 persen," jelas Barata.
Moda penyeberangan seperti dianaktirikan oleh pemerintah, tidak diberikan subsidi, tapi tarif dibatasi di bawah harga pokok operasional. " Kami terima tarif diatur seperti ini oleh pemerintah asal kami di berikan subsidi untuk menutupi operasional," tuturnya.
Berbeda dengan moda transportasi lain seperti angkutan umum berbasis rel atau kereta, moda udara dan jalan raya diberikan kebebasan menentukan tarif, dengan hanya diatur tarif batas atas dan bawah. " Apa bedanya kami dengan moda transportasi lainnya.....? Kok pemerintah sangat khawatir sekali bila kami mengusulkan kenaikan tarif penyeberangan ...padahal kamu bukan mengusulkan kenaikan tarif tapi menyesuaikan," ungkapnya.
Pengamat transportasi publik Dharmaningtyas dan Djoko Setijowarno dalam forum terbatas itu menyetujui kenaikan tarif penyeberangan, karena tarif yang ada sekarang ini masih jauh dari biaya pokok operasional kapal.
Bahkan kedua pengamat transportasi publik yang getol memperjuangkan angkutan umum massal tersebut mengusulkan kenaikan tarif sebesar 50 persen.
Dengan kenaikan tarif 50 persen, kata Dharmaningtyas, operator kapal sudah lebih leluasa dalam memberikan pelayanan dengan standar keamanan dan kenyamanan para penumpang atau pengguna jasa.
" Kalau yang ada sekarang ini, pasti banyak biaya operasional yang dipangkas. Yang kami khawatirkan adalah pos yang dipangkas ini terkait dengan keselamatan, dan ini sangat mungkin terjadi karena kapal harus jalan dan penumpang harus dilayani," ungkapnya.
Hal senada juga ditegaskan Djoko Setijowarno, dikatakan, berdasarkan perhitungan dari tim tarif, dengan rendahnya harga tiket penyeberangan dari biaya pokok operasional kapal, itu sama seperti memasang bom waktu.
Kata Djoko, siap-siap terjadi ledakan. Dikatakan, kalau terjadi kecelakaan, regulator jangan langsung menyalahkan operator kapal, tapi lihat struktur pentarifannya.
Desakan agar pemerintah segera mengabulkan permintaan operator kapal penyeberangan untuk menaikan tarif juga datang dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI). Besaran tarif yang sesuai dengan biaya pokok operasional, sangat penting untuk kenyamanan, keamanan dan keselamatan kapal dan penumpangnya.
Gaji Telat
Minimnya tarif, dengan perhitungan di bawah harga pokok itu, berimbas langsung bukan saja terhadap operasional kapal dari sisi perawatan teknis tapi juga gaji para karyawan dan cicilan kredit ke bank.
Di banyak ruas penyeberangan bahkan ABK yang meminta bantuan agar pengurus assosiasi untuk menyampaikan kepada direksi operator kapal tempatnya bekerja agar tidak menunda gaji para karyawan. " Bahkan ada yang meminta agar direksi menjual mobilnya untuk membayar gaji karyawan. Ini faktanya, fakta yang kami hadapi."
Pemerintah sebelumnya berencana melakuka penyesuaian tarif kapal penyeberangan (Ferry) lintas provinsi dan antar pulau untuk kelas ekonomi yang didasarkan pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan suku cadang.
Penyesuaian harga BBM tersebut sendiri telah dilakukan pemerintah sejak September 2022 yang diikuti kenaikan suku cadang, namun tarif penyeberangan hingga kini belum disesuaikan.
BBM dan suku cadang adalah komponen operasional kapal paling dominan. Karenanya pada 1 Oktober 2022 telah diajukan penyesuaian tarif namun belum juga dikabulkan. Gapasdap mengusulkan penyesuaian 19 persen, namun pemerintah memberikan sinyal penyesuaian 11 persen untuk semua lintasan .
Pihak operator kapal penyeberangan tetap menolak dan tetap mengusulkan 19 persen, karena harga tiket penyeberangan masih di bawah harga pokok, yaitu 32,4 persen. Pemerintah juga didesak jangan lagi membuat penyesuaian tarif penyeberangan secara politis, karena hal itu berujung beban ke operator.
Khoiri dan Barata pada awak media kompak mengakui, besaran tarif yang diterima operator kapal penyeberangan sangat minim. Misalnya untuk lintas penyeberangan dari Banyuwangi ke Bali untuk penumpang pejalan kaki tarifnya Rp.15.000, dan uang yang diterima operator penyeberangan hanya Rp.40.000.
Padahal pemerintah pada September 2022 telah menaikan BBM rata-rata 32 persen, sehingga harga pokokanoperasional kapal jadi meningkat.
" Pak Dirjen Darat sudah janji kepada kami, untuk secepatnya melakukan penyesuaian dan mengabulkan usulan pemilik kapal, agar pelayanan maksimal. Bahkan dikatakan, kenaikan tarif sebelum arus mudik, dan kami percaya janji itu akan diwujudkan," jelas Barata.(Syam)