Pemda Wajib Membangun Angkutan Umum Untuk Masyarakat Daerahnya
Kamis, 30 Juni 2022, 15:32 WIB
BisnisNews.id - Pernyataan anggota DPR RI Komisi V agar program BTS (buy the service) dihapuskan karena tidak ada penumpangnya dan program tersebut tidak dibutuhkan oleh warga karena warga sudah memiliki sarana angkutan sendiri berupa sepeda motor atau mobil memang mencerminkan anggota dewan yang tidak memiliki pandangan luas mengenai sector transportasi. Akibatnya, mereka kurang memahami pula arti penting pembangunan angkutan umum di setiap daerah.
Kementerian Perhubungan membangun angkutan umum di sejumlah kota dengan sistem buy the service (membeli layanan) itu adalah menjalankan amanat UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lala Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Pasal 138 amanatnya jelas sekali: (1) Angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau; (2) Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Sedangkan Pasal 139 mengamanatkan bahwa : (1) Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota antarprovinsi serta lintas batas negara.
(2) Pemerintah Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam provinsi. (3) Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota.
(4) Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kedua pasal UU LLAJ tersebut jelas sekali bahwa Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan sarana transportasi yang berkeselamatan, aman, dan nyaman. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Perhubungan Darat dengan membangun BTS di sejumlah kota adalah menjalankan amanat UU LLAJ tersebut.
Jika keberadaan BTS tersebut tak optimal, maka tugas Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk mendorong warganya menggunakan angkutan umum yang sudah disediakan oleh Pemerintah tersebut melalui berbagai kebijakan yang mendukung. Seperti membuat kebijakan bergiliran naik angkutan umum setiap hari, membatasi penggunaan motor oleh pelajar, penerapan pajak kendaraan yang tinggi, dan harga BBM yang tinggi untuk kendaraan pribadi.
Kalau ada anggota dewan yang mengatakan bahwa angkutan umum sudah tidak diperlukan lagi karena masyarakat sudah memiliki sarana transportasi sendiri, tentu ini pandangan yang sesat. Bertumpu pada kendaraan pribadi saja, terlebih sepeda motor akan memboroskan BBM, munculnya kemacetan, angka kecelakaan yang berdampak pada kematian, serta menambah polusi udara.
Data Kepolisian menunjukkan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor itu mencapai 78% sendiri setiap tahunnya. Apakah betul kita akan merelakan warga kita mati karena kecelakaan lalu lintas? Kita juga tahu bahwa cadangan BBM kita itu terbatas, kalau transportasi didominasi oleh kendaraan pribadi.
Itu artinya akan terjadi percepatan konsumsi BBM karena jumlah kendaraan bermotor setiap setiap tahun bertambah sekitar 8 juta unit, baik roda dua maupun roda empat. Apakah tatanan seperti itu yang akan dikembangkan di Indonesia? Jika tatanan seperti itu, maka itu akan menggali persoalan lebih dalam untuk generasi yang akan datang.
Sebagai pecinta dan pengguna angkutan umum, penulis menilai langkah Kementerian Perhubungan sudah tepat mengembangkan layanan angkutan umum bersubsidi. Bahkan penulia usul di setiap kota provinsi harus tersedia layanan angkutan umum yang berkeselamatan, aman, dan nyaman.
Layanan sejenis juga harus ada di daerah-daerah yang menjadi tujuan wisata. Tugas Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota lah untuk mendorong masyarakat agar memanfaatkan layanan angkutan umum yang disediakan oleh Pemerintah tersebut.
Bagaimanapun naik angkutan umum memiliki banyak keunggulan : hemat BBM, mengurangi polusi udara, hemat ruang, mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas, serta menjalin keakraban antar sesama warga.
Sebaliknya kalau mengandalkan pada kendaraan pribadi akan banyak kerugiannya: memakan ruang jalan yang lebih luas, pemborosan BBM, peningkatan polusi udara, menyumbang kecelakaan lalu lintas yang tinggi, serta memupuk budaya individualism yang semakin tinggi.
Oleh karena, anggota DPR RI apalagi Komisi V yang memiliki pandangan bahwa membangun layanan angkutan umum itu tidak perlu, selain melanggar UU LLAJ, juga tidak memahami masalah transportasi, mereka harus lebih banyak dicerahkan.
*Ki Darmaningtyas, Ketua INSTRAN (Institut Studi Transportasi)/hlm