Pengaruh Konflik Rusia - Ukraina, AS Alami Inflasi Pertumbuhan Ekonomi Mandeg
Selasa, 08 Maret 2022, 08:57 WIB
BisnisNews.id - Di Amerika Serikat, inflasi sulit terbendung, sumber Bisnisnews menyebutkan, kehidupan masyarakat negara Paman Sam mulai khawatir, harga kebutuhan juga sulit dikendalikan.
Kekhawatiran itu juga dirasakan para investor atas inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Apa yang dirasakan para investor itu bertambah, ketika ada pernyataan Amerika Serikat bersedia melarang impor minyak Rusia.
Imbasnya, harga minyak dan komoditas lainnya melonjak sementara saham global merosot pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB).
Kondisi itu menurut sumber sulit dibendung dan sudah dirasakan masyarakat luas, bukan hanya inflasi tapi pertumbuhan juga mandeg.
Misalnya, minyak mentah Brent, patokan internasional, sempat mencapai lebih dari 139 dolar AS per barel, level tertinggi sejak 2008.
Seperti dilansir Antaranews, harga nikel meroket 90 persen, emas menembus 2.000 dolar AS per ounce dan gandum melonjak ke level tertinggi selama 14 tahun, karena pembeli dan pedagang industri berebut di tengah gangguan pasokan terkait dengan invasi Rusia ke Ukraina.
Imbal hasil obligasi pemerintah riil zona euro turun tajam karena lonjakan harga-harga energi memicu kekhawatiran bahwa ekonomi global berada dalam risiko stagflasi, suatu kondisi di mana harga-harga melonjak sementara pertumbuhan mandek.
Hasil obligasi pemerintah Jerman 10-tahun dan 30-tahun terkait inflasi turun ke rekor terendah baru, sementara imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun naik sedikit setelah menyentuh level terendah dalam dua bulan.
Indeks-indeks utama Wall Street turun tajam, dengan Komposit Nasdaq mengkonfirmasi berada di pasar bearish, dan indeks STOXX 600 pan-Eropa memangkas kerugian sekitar 3,0 persen menjadi ditutup pada level terendah hampir satu tahun.
Lagi-lagi, ini juga buntut dari konflik Rusia-Ukraina, dimana Presiden Amerika Serikat Joe Biden akan melanjutkan larangannya
Sementara Rusia beralasan, aksi militer yang dilakukan di Ukraina merupakan "operasi khusus", yang berakibat terjadinya sanksi besar-besaran oleh Amerika Serikat dan Eropa.
Sanksi itu, mengepung Rusia secara ekonomi dan mengisolasi negara dalam skala besar. Khusus larangan ekspor minyak Rusia oleh Amerika Serikat, sayangnya tidak berlaku bagi Eropa.
Sumber lain menyebutkan, paraninvestor khawatir sanksi Barat terhadap Rusia dapat mengganggu pengiriman komoditas yang diproduksi dan diekspor melalui udara dan laut. Seperti diketahui, Rusia memasok sekitar 10 persen nikel dunia.
Survei yang dilakukan oleh Reuter, mayoritas menyebutkan, Bank Sentral Eropa akan menunggu hingga akhir tahun untuk menaikkan suku bunga.(*/Ari)