PP Muhammadiyah Bangun RSMBS di Bandung, Ini Spesifikasi dan Fasilitasnya

Para tokoh nasional hadir pada peletakan batu pertama pembangunan RSM Bandung Selatan, termasuk Buya Syafii Maarif (foto: pp)
Bisnisnews.id - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah resmi menjalankan pembangunan Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Selatan (RSMBS). Prosesi peletakan batu pertama atau ground breaking yang dilaksanakan, Ahad (23/1/2022). RSMBS merupakan rumah sakit Tipe D yang didirikan di lahan seluas 1.1 Ha di Jl. Raya Laswi, Ciheulang, Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.Â
RS Muhammadiyah ini dibangun dengan konsep modern dan ramah lingkungan, bangunan setinggi 4 lantai ini nantinya memiliki 21 kamar rawat, masjid dua lantai dan berbagai layanan umum dan spesialis dari Unit Gawat Darurat hingga operasi. RSMBS ini merupakan bagian amal usaha Muhammadiyah, termasuk hasil donasi Jend Fahmi, tokoh senior pergerakan yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini.
“Kehadiran Rumah Sakit di kawasan Ciheulang-Ciparay ini masih diperlukan oleh masyarakat. Di kawasan Kecamatan Ciparay dan sekitarnya dengan jumlah penduduk yang banyak masih diperlukan perluasan dan pengembangan lembaga pelayanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan umum,†ungkap Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
“Melalui RSMBS masyarakat sekitar diharapkan dapat lebih mudah, cepat, dan leluasa memperoleh pelayanan kesehatan sehingga berdampak positif bagi peningkatan kualitas kesehatan warga,†imbuh Haedar yang juga dihadiri Ketua Umum PP ‘Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menko PMK RI Muhadjir Effendy, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Buya Syafi’I Ma’arif dan tokoh lainnya.
Seperti diketahui, Bandung Selatan sendiri merupakan tempat kelahiran Haedar Nashir. Selain alasan strategis berdasarkan usaha memenuhi akses kesehatan masyarakat, pemilihan tempat di Bandung Selatan tidak lepas dari simbol ikonik memori sejarah pergerakan nasional.
“Bandung Selatan adalah kawasan bagian selatan dari Kabupaten Bandung. Nama ini tersohor ketika Ismail Marzuki tahun 1948 membuat lagu “Bandung Selatan Di Waktu Malamâ€, sebuah lagu yang melegenda,†kata Haedar.
“Bandung Selatan juga menjadi salah satu titik penting peristiwa heroik ‘Bandung Lautan Api’ di kawasan selatan. Dengan demikian Bandung Selatan menjadi nama yang ikonik dan populer di hati masyarakat luas, baik di Jawa Barat secara khusus maupun di tanah air Indonesia,†ungkapnya.
Untuk diketahui, RSMBS ini nantinya memanfaatkan lahan seluas 0.6 Ha sebagai bangunan dan sisanya sebagai ruang hijau. Empat lantai yang dibangun memiliki luas 5.200 m2, dengan bangunan pendukung 1 lantai, dan masjid 2 lantai berkapasitas 350 jamaah.
Gedung utama diberi nama “Gedung H Nafli Munafâ€, sedangkan bangunan lainnya ialah “Masjid Nyi Ayu Rina Adjrijantiâ€, sebagai satu kesatuan dengan Rumah Sakit.
Dengan fasilitas 6 poliklinik umum dan spesialis, layanan kebidanan dan kandungan, layanan kegawatdaruratan, highcare unit, radiologi, dan instalasi bedah dengan 1 ruang operasi. Terdapat 21 kamar rawat inap dengan 59 tempat tidur dengan beberapa konfigurasi antara lain 1 kamar dengan 1, 2, 3, dan 5 tempat tidur untuk memberikan berbagai pilihan kepada masyarakat.Â
Donasi Jenderal Fahmi
Sementara, tokoh kawakan Muhammadiyah, Buya Ahmad Syafi’I Ma’arif ikut menghadiri peresmian  ground-breaking  pembangunan Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Selatan (RSMBS) di Ciparay, Kabupaten Bandung. Ia memberikan sambutan mewakili keluarga besar Jenderal Fahmi yang menjadi donatur utama pembangunan rumah sakit empat lantai tipe D di atas lahan seluas 1.1 Ha.
“Saya tidak tahu dulu orangtuanya berdoa seperti apa. Betul-betul luar biasa. kalau ada pengusaha seperti Pak Fahmi jumlahnya 20 saja di Indonesia, jadi Indonesia ini. Saya mewakili beliau, Pak Fahmi ini tidak suka pidato, tidak suka di depan, tapi wibawanya, kharismanya luar biasa,†kata Buya Syafi’i.
Melihat keluasan hati dan kedermawanan Jenderal Fahmi, Buya Syafi’I Ma’arif menyebut demikianlah Muhammadiyah eksis dari masa ke masa. Muhammadiyah hidup dari ketulusan para anggotanya di wilayah akar rumput.
Terutama dalam menghadirkan pusat-pusat keunggulan yang memberikan kemanfaatan pada masyarakat luas baik dalam bentuk amal usaha kesehatan, amal usaha sosial, hingga amal usaha pendidikan. “Dalam satu pertemuan di Malang, saya katakan kalau tidak ada Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhammadiyah itu (tetap) akan hidup. Tanpa PP sebagai pelindung ya, itu karena memang dari bawah,†kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1998–2005 itu.
Dari watak pergerakan Muhammadiyah yang bergerak dari bawah, Buya Syafi’I memandang kerja-kerja inisiatif Muhammadiyah sejatinya telah meringankan kewajiban negara melayani rakyatnya. Karena itu pemerintah diharapkan terus memperkuat sinergi dengan Persyarikatan Muhammadiyah.
“Pemerintah, kalau Muhammadiyah perlu dibantu, itu saya rasa membantu diri sendiri. Sebab mencerdaskan kehidupan bangsa itu tugas negara, tugas Pemerintah negara begitu. Kalau (sekarang) Muhammadiyah bisa mengisi tapi bantuan negara masih sangat diperlukan. Tapi itu tadi, filosofinya adalah kalau negara membantu Muhammadiyah, berarti negara membantu diri sendiri berdasarkan konstitusi,†pungkas Buya.(hlm/helmi)