Produktifitas Pangan Dan Penyusutan Lahan Pertanian di Indonesia
Kamis, 08 April 2021, 08:25 WIB
BisnisNews.id -- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Tahun 2020 telah menyampaikan hasil verifikasi luas lahan baku sawah. Berdasarkan hasil perhitungan ulang tahun 2019, pemerintah mencatat hanya tinggal 7.463.948 hektar saja luas lahan baku sawah.
Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas panen padi Tahun 2020 hanya mencapai 10,66 juta hektar atau mengalami penurunan sebesar 0,19 persen dibandingkan dengan Tahun 2019 yang sejumlah 10,68 juta hektar atau 20,61 ribu hektar.
Penyusutan luas lahan pertanian secara terus menerus ini jelas tidak menguntungkan posisi pembangunan industri pertanian Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wapres KH. Ma'ruf Amin. Harus ada perubahan kebijakan mendasar atas strategi dan skala prioritas program pembangunan, ditengah ketidakpastian iklim perekonomian dunia, cuaca yang anomali dengan potensi bencana terus terjadi serta defisit anggaran yang kian lebar.
Produktifitas lahan pertanian pada Tahun 2020 memang menghasilkan sejumlah 54,65 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami kenaikan sejumlah 45,17 ribu ton atau sebesar 0,08 persen dibandingkan Tahun 2019 yang sejumlah 54,60 ton GKG. Jika dikonversikan menjadi komoditas beras untuk bahan konsumsi pangan, maka pada Tahun 2020 jumlahnya mencapai 31,33 juta ton mengalami peningkatan sejumlah 21,46 ribu ton atau sebesar 0,07 persen dibandingkan Tahun 2019 sejumlah 31,31 juta ton.
Tapi, fakatnya peningkatan ini tidak mampu mengatasi ketergantungan atas impor bahan pangan yang disebabkan oleh penyusutan luas lahan.
Penyusutan lahan pertanian sejatinya telah terjadi sejak 10 tahun lebih, mengacu pada data BPS tahun 2010, menunjukkan fakta saat itu lahan pertanian Indonesia diperkirakan hanya seluas 9.295.385 ha., dengan jumlah penduduk sejumlah penduduk telah menjadi 237,6 juta jiwa. Setelah 10 tahun kemudian atau Tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia berdasar data BPS yang diolah oleh media riset DATACORE mencapai 276.647.735 jiwa (pengurangan akibat kasus meninggal dunia oleh Covid19).
Artinya, produksi beras dibutuhkan lebih banyak dibandingkan apa yang dihasilkan saat ini apabila hendak mengurangi ketergantungan atas impor. Pemerintah harus secara serius memperhatikan penyusutan luas lahan pertanian ini dengan produktifitas hasil produksi pertanian dan jumlah konsumsi pangan yang meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk.
Penyusutan luas lahan pertanian terbesar berdasar data BPN terjadi di Pulau Jawa, yaitu telah menjadi hanya 4,1 juta hektar pada Tahun 2007. Sementara per tahun 2010, luas lahan pertanian tersebut kembali berkurang menjadi 3,5 juta hektar. Dalam periode Tahun 2007-2010, konversi lahan sawah di Pulau Jawa mencapai 600.000 hektar.
Data ini memberikan peringatan (warning) kepada pemerintah atas resiko kekurangan pemenuhan konsumsi pangan dari lahan yang semakin menyusut pada masyarakat di Pulau Jawa. Disamping itu, luas panen tanaman padi juga telah mengalami kemerosotan pada periode Tahun 2010-2011.
Pada Tahun 2010 saja, luas panen tanaman pangan padi hanya sejumlah 13,25 juta hektar dan turun lagi menjadi 13,22 juta hektar pada Tahun 2011 atau secara persentase, lahan padi turun 0,22 persen. Bagaimana juga halnya dengan kebijakan rencana cadngan (contigency plan) telah disiapkan Pemerintah dalam mengantisipasi resiko bencana alamiah dan non alamiah yang kemungkinan terjadi.
Data BPS Tahun 2011, mencatatkan, pengurangan luas lahan sawah yang terjadi di Pulau Jawa tidak sama dengan jumlah penambahan lahan di luar Pulau Jawa. Terlebih lagi, kualitas lahan di luar Pulau Jawa belum sebaik yang terdapat di Pulau Jawa. Di Pulau Jawa terdapat penurunan luas lahan (sawah) yang cukup drastis, ditambah oleh pergeseran status petani, penguasaan lahan dan adanya migrasi profesi.
Penurunan ini terjadi karena adanya alih fungsi lahan oleh kebijakan pembangunan infrastruktur, baik itu jalan maupun perumahan, di satu sisi. Di sisi lain, kebijakan penambahan luas lahan atau pencetakan lahan baru di luar Jawa, tidak mampu memenuhi produktifitas yang ditetapkan secara nasional dan hanya menghasilkan produksi padi yang berkualitas rendah.
Yang tidak bisa dikompensasi, yaitu soal pengurangan lahan dan produktifitas, misalnya satu hektar di Pulau Jawa, tidak bisa langsung dipenuhi oleh penambahan satu hektar lahan di luar Pulau Jawa.
Demikian pula halnya lahan pertanian yang terdapat di Pulau Jawa itu kualitasnya lebih baik (well irrigated), dibandingkan dengan lahan di luar Pulau Jawa. Dengan demikian, maka produktifitasnya belum dapat disejajarkan secara sekaligus atau juga menghasilkan kualitas yang sama baiknya.
Perlu waktu selama 10 tahun (mengacu pada data peoduksi) melalui kebijakan penataan keasamaan dan air (irigasi) yang memadai. Mudah-mudahan kualitas lahan di luar Pulau Jawa bisa mengejar ketertinggalan kualitas hasil produksi lahan pertanian di Pulau Jawa melalui cara yang lebih tepat guna.
Oleh sebab itu, pemerintah setidaknya harus memperhatikan 2 (dua) faktor dalam mengambil kebijakan, yaitu Penyusutan Lahan dan Kelembagaan Ekonomi kaitannya dengan Industrialisasi Sektor Pertanian untuk mengurangi ketergantungan atas impor komoditas pangan.
*Defiyan Cory pengamat ekonomi konstitusi/hlm