Tak Aspiratif, UU Cipta Kerja Picu Kegaduhan Publik
Kamis, 08 Oktober 2020, 17:31 WIB
BisnisNews.id -- Pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja itu, membuktikan DPR dan Pemerinah tidak peduli dan tidak mendengarkan aspirasi rakyat. "Aspirasi rakyat yang telah disampaikan melalui berbagai ormas keagamaan seperi PBNU, PP Muhammadiyah, MUI Pimpinan Gereja dan lainnya tak pernah didengar," kata Din saat membuka Sarasehan Kebangsaan "UU Cipta Kerja Nestapa Bagi Kaum Pekerja", Kamis (8/10/2020).
Tuntutan rakyat untuk menunda pembahasan RUU kontroversial dan juga Pilkada serentak tahun 2020 itu tetap dijalankan. Selain UU Cipta Kerja, beberapa UU seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba, UU KPK dan lain juga diputuskan menjelang tengah malam," sebut DIn.
UU Cipta Kerja itu cacat sejak awal. Pertama, prosedurnya tidak benar dan terlalu terburu-buru. Pembahakan dilakukan secara tidak transparan. Kedua, kritik Din, substansi UU Cipta Kerja terlalu liberal, dan lebih memihak pengusaha termasuk berbagai kemudahan memasukkan pekerja dan investasi asing ke Indonesia," kritik mantan Ketua PP Muhammadiyah itu.
Menurut dia, Pemerintah dan DPR sendiri telah menyulut api kegaduhan. Dia menyayangkan jika Pemerintah menuding rakyat ciptakan kegaduhan, padahal yang dirinya lihat justru hal sebaliknya.
Fakta yang terjadi sepanjang Kamis (8/10/2020) dari pagi aksi demontrasi menolak UU Cipta Kerja terjadi dimana-mana, bahkan di sekitar Istanan Negara Jakarta dan Gedung DPR/MPR Senayan.
Eksponen buruh, mahasiswa dan pelajar bersama masyarakat lainnya yang merasa terusik kepentingannya dan tak didengar aspirasinya ramai-ramai demo turun jalan. Bahkan, Polri sampai menembakkan gas air mata atau bentrok dengan massa demontran.
Untuk kasus Jakarta, aksi bentrok massa dengan polisi terjadi di sekitar Silang Monas, yaitu Jln Merdeka Barat, Simpang Harmoni, Tugu Tani. Selain itu, kasus bentrokan serupa juga terjadi di Jln Jend. Sudirman di depan Gedung DPR MPR.
Kasus bentrokan massa demonstran juga terjadi di berbagai daerah, seperti Jalan Malioboro Yogyakarta, Gedung Grahadi Surabaya. Sebelumnya kasus serupa terjadi di Kta Semarang, makassar, Serang Banten, Lampung dan lainnya di Tanah Air.
Bohongi Rakyat dan Buruh
Sementara, Wakil Presiden KSPI Iswan Abdullah pada Sarasehan Kebangsaan itu mengatakan, dalam pembahasan RUU Cipta Kerja DPR dan Presiden Jokowi jelas-jelas menipu dan membohogi rakyat khususnya kaum buruh. "RUU yang katanya mau diputusakn 8 Oktober 2020 dan mengakomodir aspirasi buruh, tapi justru diputusakan menjadi Senin 8 Oktober 2020," kata dia dalam sesi diskusi yang dioandu aktivis muda Nadjamudin Ramli itu.
Pada pertemuan Presiden KSPI dengan Presiden Jokowi di Jakarta, disepakati pembahasan RUU Omnibus Law ini akan ditunda sampai selesai pandemi. Tapi kenyataanya, pembahasan jalan terus. Dan aspirasi buruh tak ada yang masuk bahkan tak pembahasan.
"Jadi, isi UU Cipta Kerja itu hampir semua merugikan rakyat terutama kaum buru. Kini, posisi buruh dan rakyat pun semakin terpinggirkan," kata Iswan.
Hasil pembahasan dan yang disepakati dalam UU Cipta Kerja, tak ada kemajuan dan perbaikan untuk kaum buruh. Padahal, dalam UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan posisi kita sudah sedemikian lemah dan terpunggirkan. "Dalam UU yang baru ini, makin buruk lagi," kilah Iswan.
Berpindah-pindah Hotel
Sementara, anggota Fraksi PKS Dr.Mulyanto sejak awak fraksinya tidak setuju dan menolak ikit pembahasan RUU yang kemudian disahkan menjadi UU Cipta Kerja itu. "Pembahasaanya terlalu dipaksakan (terburu-buru), Substansi UU itu juga terlalu liberal, merugikan rakyat dan buruh. Sebaliknya terlalu memanjakan dunia usaha dan investor asing," kata dia.
Pembahasan RUU Cipta kerja hapir tak mengenal waktu. Hari Sabtu atau libur pun kita dipaksa masuk dan membahas RUU, meski di tengah pandemi Covid. "Yangp paling akhir, pembahasan RUUtersebut dilakukan berpindah-pindah dari satu hotel ke hotal lannya."
"Mulai Hotel Mulia, ke hotel di BSD, kembali ke Jakarta bahkan ke Cisarua dan lain lagi. Jadi, sudah makin tidak jelas, apa yang hendak dicari. Faktanya, tidak menguntungkan apalagi menyejahterakan rakyat," tandas Mulyanto.(helmi)