Tingginya Permintaan Produk Pertanian Organik Belum Diimbangi Produksi

Defiyan Cory (foto; istimewa)
BisnisNews.id - Untuk mendukung gerakkan Pro Petani dan Pertanian Organik di Indonesia telah terbentuk sebuah organisasi Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA) yang dideklarasikan pada tgl 1 Februari 2000 di Malang, Provinsi Jawa Timur.Â
Berbagai komoditas atau produk pertanian organik dari produksi lokal Indonesia seperti beras organik, sayuran organik, kopi organik, teh organik dan beberapa produk lainnya telah beredar di pasaran Indonesia meskipun dalam jumlah sangat terbatas, di satu sisi.Â
Tingginya permintaan produk organik di Tanah Air yang terjadi selama masa pandemi Covid-19 khususnya produk pertanian ternyata belum diimbangi oleh tingkat produksi dari lahan yang memadai.
Berdasarkan data dan informasi dari Aliansi Organis Indonesia (AOI), telah terjadi peningkatan permintaan produk organik di Indonesia hingga 300 persen pada Tahun 2013. Kenaikan ini dipicu oleh munculnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan lewat gaya hidup sehat guna meningkatkan daya tahan tubuh.Â
Sementara, luas lahan organik Indonesia yang tersertifikasi hanya mencapai 90.000 Ha, sedangkan yang belum tersertifikasi atau melakukan budidaya pertanian organik tidak memiliki sertifikasi resmi organik, sekitar 225.000 Ha.
Potensi yang tinggi, tetapi tidak didukung oleh luas lahan pertanian organik dan kebijakan yang memadai mengakibatkan bahagian pasar (market share) yang bisa diserap masih sangat kecil. Secara keseluruhan, pertanian organik Indonesia mempunyai total market share hanya 0,2 persen jika dibandingkan dengan negara lainnya, seperti China sebesar 0,3 persen, India 0,7 persen , dan negara-negara Eropa lebih dari 5 persen, dan terbesar Jerman sebesar 6,5 persen.
Memperhatikan kendala dan permasalahan itu, selayaknya sertifikasi produk organik untuk pasar dalam negeri bisa disederhanakan. Hal itu dapat dilakukan sejalan misalnya dengan melakukan pendampingan atau bantuan teknis yang mendukung proses sertifikasi produk organik kepada para petani lebih mudah dan terpercaya Alih-alih menggenjot ekspor produk organik, pemerintah seharusnya menggencarkan promosi dan menggenjot konsumsi produk organik di dalam negeri.Â
Bukan berarti menyasar negara tujuan ekspor atau pasar internasional yang menurut Bayu Krisnamurthi (mantan Wakil Menteri Perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu) nilainya mencapai US$150 juta tidak penting, tetapi masih lebih utama fokus dalam mengembangkan pasar produk organik dalam negeri dahulu.
Untuk meningkatkan konsumsi produk pertanian organik, Pemerintah harus memberikan level of playing field yang sama kepada komoditas organik dan non organik kalau benar-benar pihak non organik ingin berkompetisi dengan wajar.
 Khusus untuk produksi beras di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) sebagai contoh, luas panen padi pada Tahun 2021 berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan Provinsi diperkirakan sejumlah 285,47 ribu hektar dengan produksi sejumlah 1,36 juta ton Gabah Kering Giling (GKG).Â
Konsumsi beras di Sumbar per tahunnya mencapai sekitar 560.000 ton, sementara produksi beras pada Tahun 2020 lalu mencapai 903.000 ton. Artinya, Provinsi Sumbar masih mengalami surplus beras pada Tahun 2021 dan tidak membutuhkan impor beras, malah mampu memasok untuk kebutuhan luar wilayahnya. Apabila potensi produksi beras tersebut merupakan produk beras organik, maka Sumbar telah mampu menjawab tantangan ekspor produk pertanian organik.
*Defiyan Cory, ekonom konstitusi/ hlm