Menangkal Kemiskinan Masyarakat Pedesaan
Rabu, 15 Juni 2016, 10:28 WIBBisnisnews.id--Membangun perekonomian masyarakat di pedesaan, menjadi penangkal utama kemiskinan yang berkelanjutan. Pemerintah diwajibkan hadir, berada digaris depan mengusung kesejahteraan.
Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD), Ahmad Erani Yustika menjelaskan, kondisi masyarakat desa, sampai sekarang masih sangat miris. Bahkan, sebagian di antaranya sudah sangat dramatis.
“Kita sering dengar, mereka bunuh diri karena panen yang gagal, tidak bisa melaut, PHK, dan macam-macam. Itu peristiwa yang sangat dramatis. Hal ini terjadi sampai hari ini,” kata Erani, Selasa (14/6/2016). pada acara Focus Group Discussion yang digelar Direktorat Pengembangan Usaha Ekonomi Desa, Ditjen PPM, Kementerian Desa PDTT.
Diakui, masyarakat pedesaan telah lama menunggu perubahan untuk menikmati kesejahteraan. Apalagi selama ini, warga desa selalu berhadapan dengan situasi dan kondisi yang amat dramatis dan miris.
“Satu dari sekian banyak hal yang harus kita urus di desa adalah menghadirkan kesejahteraan. Karena itulah, dalam memanfaatkan momentum pembangunan masyarakat desa, ada beberapa hal yang harus kita kawal. Salah satunya adalah, bagaimana kita bisa menumbuhkan kembali geliat ekonomi perdesaan,” kata Erani.
Kemiskinan yang melanda masyarakat pedesaan, ungkapnya sidah sangat memprihantinkan, karena belum adana keseimbangan perekonomian.“Kita sering dengar, mereka bunuh diri karena panen yang gagal, tidak bisa melaut, PHK, dan macam-macam. Itu peristiwa yang sangat dramatis. Hal ini terjadi sampai hari ini,” ungkap Erani.
Menurutnya, jika pemerintah tidak berada di garis terdepan untuk mencegah terulangnya kembali situasi dan kondisi seperti itu, maka akan berbuah dosa. Bukan hanya dosa dalam arti ruhaniah, tapi juga merupakan dosa moral.
“Kita ini berada di lapis atas yang diberi hampir semua sumber daya. Mulai dari pendidikan, sumber dana, sampai otoritas. Kita golongan yang punya kewenangan untuk melakukan perubahan. Kita bisa menjadi imam untuk melakukan perubahan,” tandasnya.
Memang, kata Erani, hal itu cukup rumit dan terjal. Namun, semua pihak juga tahu, di sinilah letaknya seluruh komponen bisa bergandengan tangan, untuk melaksanakan tanggungjawab itu, secara baik, tahap demi tahap.
Erani mencontohkan, Singapura, Malaysia, dan Thailand bisa maju karena rasio sektor keuangan Singapura mencapai 200% dari PDB-nya. Begitu juga Malaysia dan Thailand yang mencapai 110% dari PDB mereka. Anggaran sektor keuangan lebih besar dari ukuran ekonomi. Adapun Indonesia, hanya mampu berada di angka 35%.
Kemudian, untuk meningkatkan prosentasi itu, pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) menetapkan level suku bunga yang bisa menarik investor. Dampaknya, banyak negara yang ingin masuk ke Indonesia. Tapi di pihak lain, ini menjadi beban. “Itu situasi level nasional. Di desa, keadaannya jauh lebih mengerikan,” ujar Eranio.
Selama ini, menurut Erani, ada tiga pelaku yang mencoba memasok dana di desa. Pertama, instrumen yang dibuat negara, seperti Kerdit Candak Kulak (KCK) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun, setiap program yang didesain pemerinah, apapun namanya, selalu diiringi kepentingan birokrasi dan politik. “Inilah yang menyebabkan eksekusi di lapangan tidak sesuai target,” jelas Erani.
Kedua, institusi dari sektor private. Salah satunya yang terlihat adalah BRI. “Saat ini, perbankan sudah menjangkau desa, termasuk Bank Asing, Bank Danamon, BII. Mereka punya mimpi yang sama, karena ada peluang pada pendanaan di desa,” papar Erani.
Namun ada yang janggal, yakni soal suku bunga kredit. Bunga bank untuk corporate, hanya 12 %. Tapi, untuk UMKM bisa mencapai 35 %. “Ini kan namanya rentenir yang legal. Daya sedot dan semprot tidak seimbang. Uang disedot lebih tinggi dibanding yang diberikan,” tandasnya.
Lalu, yang ketiga, kata Erani, inisiasi yang dilakukan oleh LSM, Masyarakarakt Sipil, Ormas, dan lain-lain. Karena mereka hidup di tengah masyarakat. Dalam hal ini, mereka memiliki idealisme dan kepentingan politisnya lebih rendah. “Namun, inisiasi seperti ini sangat sedikit. Hanya 1 desa atau 2 desa saja per kabupaten,” tambahnya.
Di tengah situasi ini, lanjut Erani, yang bisa dilakukan adalah menkapitalisasi sumber daya desa. Yakni dengan mendorong lahir dan berkembangnya BUMDesa.
Pendirian BUM Desa ini, lanjutnya, sangatlah penting, karena memiliki alasan yuridis formal. Yakni, ada mandat UU yang harus dilakukan. “Alasan kedua, kita mencoba keluar dari situasi yang penuh masalah. Karena itulah, BUMDesa punya peluang untuk mengkapitalisasi sumber daya dan mengurangi dampaknya,” kata Erani.(Dewi)