Pemerintah Terborgol, Investasi Asing Melambat
Sabtu, 17 Juni 2017, 12:39 WIBBisnisnews.id - Pertumbuhan investasi asing langsung di Indonesia melambat. Data terakhir menunjukkan pertumbuhan hanya 0,9 persen pada tahun ini kuartal Januari-Maret. Pemimpin politik tampak terborgol dengan melonjaknya ketegangan religius dan etnis.
Pemerintah mewaspadai meningkatnya kekakuan agama dan dampak negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Presiden Joko Widodo berusaha keras untuk terus melakukan pemisahan.
Baru-baru ini, pemerintah telah menjalankan kampanye yang menggunakan slogan "Saya Indonesia, Saya Pancasila" lewat media sosial.
Filosofi Pancasila terdiri dari 5 prinsip dan mengakui keragaman agama. Ini adalah ideologi yang diciptakan oleh Soekarno, presiden pertama Indonesia, untuk menyatukan sebuah negara multinasional yang tersebar di lebih dari 17 ribu pulau dan menyebabkan keterbukaan pikiran di seluruh negeri. Kini, lebih dari tujuh dekade sejak kemerdekaan, pemerintah saat ini kembali menekankan Pancasila.
Namun, meningkatnya kehadiran kelompok-kelompok Islam dan frekuensi demonstrasi besar telah membebani benak investor global.
Investor asing tampaknya mengingat kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, ketika massa menyerang minoritas etnis Tionghoa, menyebabkan lebih dari seribu orang tewas. Penjarahan dan pembakaran melumpuhkan perekonomian negara. Ekspatriat tidak punya pilihan kecuali melarikan diri.
Mengingat bahwa Indonesia secara politik dan ekonomi lebih stabil sekarang, idealnya tidak mungkin negara tersebut akan jatuh ke dalam pusaran serupa. Namun, konflik agama dan etnis telah menciptakan atmosfir yang jelas.
Pada tanggal 1 Juni, Hari Pancasila, Widodo mengumumkan bahwa dia akan mendirikan sebuah organisasi untuk memelihara dan menyebarkan prinsip-prinsip filosofi nasional. Tim tersebut akan langsung melapor ke presiden. Widodo juga mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan tindakan keras bila timbul konflik agama atau etnis.
Kini tampaknya disibukkan dengan penyembuhan filosofi, pemerintah pusat dikritik karena tidak memperhatikan ekonomi.
Widodo mulai menjabat pada bulan Oktober 2014. Dia memulai dengan memprioritaskan kebijakan ekonomi. Satu paket yang diperkenalkannya mencakup 14 langkah, mulai dari memperbaiki lingkungan investasi hingga mengurangi pembatasan modal asing untuk mempromosikan e-commerce. Dia juga mengintegrasikan kantor-kantor yang menangani proyek infrastruktur dan proyek pembangunan lainnya, memungkinkan persetujuan dasar diberikan sesedikitnya 3 jam.
Namun, pemerintah belum memperkenalkan paket ekonomi baru sejak akhir tahun lalu.
Investasi langsung asing mengalami penurunan. Pada kuartal pertama 2016, FDI meningkat dua digit. Sejak saat itu, pertumbuhan FDI terhenti. Perlambatan ini sangat penting dalam beberapa bulan terakhir. FDI berkembang sebesar 2,1 persen pada kuartal Oktober-Desember 2016, kemudian hanya sebesar 0,9 persen pada kuartal Januari-Maret terakhir.
Tren ini bertepatan dengan berkembangnya kesenjangan sosial yang terwujud dalam kampanye pemilihan gubernur di Jakarta dan pengadilan Basuki Purnama.
Pada pertengahan bulan Mei, Widodo menghadiri pertemuan puncak yang terkait dengan Inisiatif China's Belt and Road (OBOR). Diskusi dengan pejabat Beijing untuk pengembangan pelabuhan di Sumatra. Beberapa hari sebelum pertemuan tersebut, Luhut Binsar Pandjaitan, Menko maritim mengatakan bahwa investasi China bukanlah sebuah invasi.
Pemerintah Widodo memiliki rencana untuk membangun infrastruktur senilai 460 miliar dolar dengan 70 persen sektor swasta dilibatkan. Untuk mempercepat rencana ini, investasi asing sangat penting.
Mempertahankan kohesi sosial penting, tapi membuat investor global tertarik juga sama penting. (Jun Suzuki, Nikkei)