Tingkat Pengangguran Di Papua Meningkat, Uskup Mohon Solusi Pemerintah
Jumat, 10 Maret 2017, 17:21 WIBBisnisnews.id - Uskup di Papua telah memohon bantuan pemerintah untuk ribuan orang Papua yang menganggur di Papua karena perselisihan kontrak sengit antara pemerintah dan raksasa tambang asal AS, PT Freeport McMoran Inc.
" Perusahaan telah memberhentikan lebih dari 1,000 pekerja. Hal ini juga mengancam untuk mengurangi program yang sedang ditawarkan kepada masyarakat setempat, seperti beasiswa dan pelayanan kesehatan. Ini masalah, "kata Uskup John Philip Saklil dari Jayapura.
Ia dan beberapa orang Papua yang memiliki hak atas tanah adat, yang dikenal sebagai hak ulayat, telah bertemu dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan pada tanggal 27 Februari di Jakarta untuk menemukan solusi atas masalah ini.
" PHK telah memakan banyak korban yang hanya bergantung pada perusahaan. Banyak orang Papua lainnya yang mengambil manfaat dari program yang ada," katanya.
Menurut Badan Transmigrasi dan Perumahan Rakyat setempat, hampir 1,100 pekerja diberhentikan sebagai akibat sengketa.
" Mereka memimpikan masa depan yang baik tapi kemudian diberhentikan. Banyak yang masih memiliki hutang untuk dibayar. Hal ini tidak mudah bagi mereka. Sekarang semua orang khawatir tentang masa depan mereka," kata Uskup Saklil.
Menurut isi pemberitaan yang diturunkan oleh Asia Pacific Report, seorang pemimpin suku setempat mengatakan PHK bisa saja membuat kegiatan tradisional kembali, seperti berburu, tapi kegiatan pertambangan telah menyebabkan malapetaka ekosistem lokal.
" Karena air tercemar, kaki dan tangan mereka mulai sakit ketika mereka pergi ke sungai. Juga, binatang yang hidup di atau dekat sungai telah mati. Jadi bagaimana kita bisa berburu untuk hidup?" kata pemimpin suku Amungme, Yanes Natkimu.
Pemerintah telah membatasi ekspor konsentrat tembaga untuk meningkatkan industri peleburan dalam negeri.
Freeport telah mengurangi operasi tambang tembaga di Kabupaten Mimika Papua sekitar 60 persen. Freeport mengatakan pemerintah melanggar kontrak yang berjalan sampai tahun 2021. Perusahaan juga mengatakan aturan tersebut akan mempengaruhi kontrak dengan pelanggan di luar negeri.
Namun, sengketa tak berujung malah mengakibatkan hilangnya pekerjaan untuk banyak kontraktor dan pekerja. (marloft)