Berlayar Tanpa SPB, Nakhoda Rudi Divonis 10 Bulan dan Denda Rp100 Juta
Selasa, 28 April 2020, 05:58 WIBBisnisNews.id -- Rudi, terdakwa tindak pidana pelayaran di wilayah hukum KSOP Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara) divonis 10 bulan penjara oleh majelis hakim dalam persidangan secara daring di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan, kemarin. Selain itu, Rudi juga didenda Rp100 juta subsiden kuruang satu bulan lamanya.
Kepala Seksi Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli pada KSOP Kelas III Tarakan Syaharuddin yang dikonfirmasi BisnisNews,id membenarkan vonis PN Tarakan itu. Nakhoda SB Harapan Baru Express terbukti bersalah karena berlayar tanpa surat persetujuan berlayar (SPB) dari otoritas setempat.
Dikatakan, perkara tindak pidana pelayaran ini sebelumnya dalam penyidikan Tindak Pidana Pelayaran oleh PPNS Kantor KSOP Kelas III Tarakan. "SB Harapan Baru Express awalnya berlayar dari Malinau tujuan Tarakan pada 21 Desember 2019 silam," kata Syaharudin.
Namun kapal itu berlayar tanpa memiliki surat persetujuan izin berlayar yang diterbitkan Syahbandar/ KSOP Tarakan. "Putusan ini dibacakan, setelah pekan sebelumnya JPU mengajukan tuntutan dan penasehat hukum terdakwa langsung mengajukan pembelaan mohon keringanan," jelas Syaharudin.
Sementara, salah satu JPU, Dinasto Cahyo Utomo menuturkan dalam amar putusannya, speedboat yang digunakan terdakwa dikembalikan. "SB Harapan Baru Express awalnya berlayar dari Malinau tujuan Tarakan pada 21 Desember, namun tidak memiliki surat persetujuan izin berlayar yang diterbitkan Syahbandar," kata dia.
Speedboat reguler yang dibawa Nakhoda Rudi didapati berangkat dari Malinau pukul 07.00 Wita dan sampai di Tarakan sekira pukul 09.40 Wita. Alasan speedboat ini berangkat di luar dari jadwal karena dicarter, sehingga tidak sempat mengurus surat persetujuan berlayar petugas di Malinau.
Seharusnya, papar Dinasto, speedboat reguler berlayar di luar jam trayek, wajib menggunakan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
Akhirnya, Rudi ditetapkan tersangka dan sebelumnya didakwa melakukan tindak pidana pasal 323 ayat 1 junto pasal 219 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran.
“Menyatakan terdakwa bersalah, berlayar tanpa memiliki surat izin. Majelis hakim menjatuhkan vonis 10 bulan penjara, denda Rp100 juta, subsider 1 bulan kurungan. Sedangkan barang bukti, speedboat yang awalnya kita sita dikembalikan kepada yang berhak,” ujar Dinasto.
Usai membacakan putusan, tidak memanfaatkan waktu 7 hari untuk pikir-pikir, dari JPU maupun penasehat hukum dan terdakwa menyatakan menerima putusan tersebut.
Sebelum perkara Rudi ini, perkara pelayaran yang lain dengan terdakwa Tahir diputus lebih tinggi dari tuntutan JPU. Tahir dituntut satu tahun penjara, namun divonis satu tahun enam bulan penjara.
“Kalau Rudi beda dengan Tahir. Memang Rudi ini berangkat karena izin agen. Dia (agen) yang bertanggung jawab kalau ada apa-apa. Rudi juga dapat desakan dari penumpang, karena sedang mengejar jam pesawat. Agen juga menjanjikan akan mengurus surat izin berlayarnya,” jelas Penasehat Hukum Rudi, Nazamuddin.
Sedangkan dalam perkara Tahir, ia berangkat atas kemauan sendiri. Kemudian, muatan Tahir membawa oli dan barang illegal lainnya, ditambah lagi keberangkatannya tanpa dilengkapi surat izin berlayar.
“Rudi bawa penumpang saja dan tidak membawa barang Tawau. Jadi, memang agen dari Malinau yang desak Rudi untuk berlayar. Kata penumpangnya jam 11 pesawatnya berangkat, makanya agennya minta Rudi berangkat. Rudi diamankan setelah tiba di Tarakan, sedangkan Tahir ditangkap saat masih dalam perjalanan,” tegasnya.(hel/helmi)