BPS Umumkan Tahun Dasar Perhitungan 2018 Sebagai Acuan IHK dan NTP
Selasa, 28 Januari 2020, 14:18 WIBBisnisNews.id -- Badan Pusat Statistik (BPS) menggelar sosalisasi dan pengumuman resmi perubahan tahun dasar perhitungan indek harga konsumen (IHK) dan Nilai Tukar Pertani (NTP) tahun 2018. Perubahan tahun dasar perhitungan ini dipengaruhi dinamika dan kondisi yang berkembang, sehingga ada komponen tertentu yang harus ditambah, dan sebaliknya ada yang dihilangkan.
"Sebelumnya, perhitungan BPS menggunakan acuan Tahun Dasar 2012. Setelah lima tahun, harus diperbaharui," kata Kepala BPS K. Suhariyanto di Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Dikatakan, IHK sebagai dasar perhitungan inflasi baik mingguan atau bulanan mulai tahun 2020 akan menggunakan Tahun Dasar 2018. Cakupan kota yang disurvei naik menjadi 90 kota dari sebelum 82 kota.
Selain itu, ada beberapa komponen yang dihilangkan karena sudah tidak dipakai seperti penggunaan tape recorder, biaya puskesmas, biaya pos, angkot dan lainnya. "Tapi, ada pula komonen yang sekarang dimasukkan, seperti biaya internet, pembelian HP, charger, kabel data dan lainnya. Komponen yang terakhir itu naik cukup signifikan dan lima tahun lalu belum ada," jelas Suharyanto.
Demikian juga dalam perhitungan NTP, ada dinamika baru yang harus diakomodasikan. Sebaliknya, menurut Suhariyanto ada pula yang harus dihilangkan. Pola kerja dan perlatatan para petani kian canggih, dan tidak lagi membajak sawah dengan sapi/kerbau. Implikasinya, NTP juga sedikit berubah karenanya.
"Tahun dasar 2018 ini disusun BPS sesuai kondisi dan dinamika yang ada, agar hasil perhitungan BPS bisa memotret realitas di lapangan sampai mendekati yang sebenarnya," papar Suhariyanto.
Namun begitu, menurut dia, faktor makanan masih akan tetap menjadi acuan perhitungan IHK dan inflasi, karena faktanya mempunyai bobot yang besar. "Dengan penggunaan tahun dasar 2018 sebagai acuan BPS, maka masyarakat, pengamat, akademisi dan pengambil kebijakan hendaknya bisa maklum dan menggunaan data BPS sebagaimana mestinya," pinta Suhariyanto.
Sementara, ekonom Faisal Basri yang menjadi pembicara dalam tak show di BPS mengapresiasi dasar perhitungan BPS yang demikian lengkap dan komprehensif. "Bukan hanya metode, cakupan suervei dan komponen yang disurvei juga makin luas dan lengkap."
Yang pasti, kata Faisal, pihaknya berharap BPS bisa mencatat data-data riil terutama yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pengambil kebijakan di negeri ini ada semua. "Saat mereka menjadikan sebagai rujukan, angkanya ada dan akurasinya tinggi," terang Faisal.
Sebaliknya bagi Pemerintah, tambah Faisal, angka-angka BPS khususnya di bidang statistik pertanian bisa dijadikan acuan untuk pembangunan sektor ekonomi dan pertanian yang makin baik.
"Banyak produksi pertanian kita turun, dan hasil yang dinikmati para petani juga kecil. Pemerintah harus bisa memperbaiki kondisi riil tersebut menjadi lebih baik dan sejahtera," tegas ekonomi FE UI ini.(helmi)