Djoko: Kinerja Pelayanan Angkutan Umum Berbasis Jalan Buruk
Kamis, 15 Maret 2018, 11:51 WIBBisnisnews.id - Angkutan umum berbasis jalan terus merosot dari 52 persen pada 2002 mejadi 20 persen di 2010 dan data terakhir menunjukan tingkat pertumbuhannya menyentuh angka 16 persen. Masyarakat meninggalkan angkutan umum dan beralih ke angkuta pribadi, seperti sepeda motor serta kendaraan roda empat akibat buruknya kinerja pelayanan.
Pengamat trasportasi angkutan umum Djoko Setijowarno menyebutkan, merosotnya angka pertumbuhan angkutan umum berbasis jalan tesebut, menunjukan buruknya kinerja pelayanan, sehingga masyarakat beralih ke angkutan pribadi.
"Akibat buruknya pelayanan angkutan umum, publik mudah ditipu adanya angkutan bertarif murah. Seperti ojek on line dan taksi on line. Yang akhirnya, sekarang juga berujung masalah. Karena tidak mungkin angkutan sejenis itu murah, tanpa ada intervensi subsidi. Pasti ada suatu kebohongan yang tidak banyak diketahui publik," kata Djoko dalam keterangan tertulisnya Kamis (15/3/2018).
Dia menyarankan, kalau masyarakat ingin menggunakan transportasi murah, gunakan angkutan umum bersubsidi, seperti Bus Transjakarta dan KRL Jabodetabek.
Mengacu data Kementerian Perhubungan, ungkap Djoko, prosentase peran angkutan umum pada tahun 2000 hanya lima persen. Tahun 2002 naik 52 persen tapi pada 2010 kembali merosot hingga 20 persen dan data terakhir menyentuh angka 16 persen. Load factor rata-rata 35 pesen, kecepatan 15,6 persen.
"Penyebabnya, lebih menyukai sepeda motor, keberadaan angkutan daring. Menurunnya kinerja angkutan dan menjadi tidak handal serta berbiaya besar dibanding moda lain," jelas Djoko.
Dampak lain, tuturnya, subsidi BBM dinikmati 93 persen kendaraan pribadi (53% mobil dan 40% sepeda motor), angkutan umum hanya menikmati menikmati subsidi sebesar tiga persen.
Data Korlantas (2016), angka kecelakaan terbesar sepeda motor (71%), berdasar usia, 78% korbannya pada usia produktif (16-50 tahun).
Revitalisasi angkutan umum di seluruh Indonesia harus segera dilakukan untuk memulihkan ke kondisi semula. Dukungan regulasi sudah ada, baik dari UU LLAJ (pasal 138, 139 dan 185). Demikan pula dalam.RPJMN 2015-2019, serta Rencana Strategis Nasional Kementerian Perhububungan 2015-2019.
Kelembagaan disempurnakan menuju konsep pemerintah membeli pelayanan (buy the service). Subsidi harus diberikan pada pengoperasian angkutan umum, melalui APBN, APBD, atau swasta. (Adhitio/Syam S))