Dorong Implementasi AEOI, Presiden Tanda Tangani Akses Ke Rekening
Kamis, 18 Mei 2017, 19:52 WIBBisnisnews.id - Presiden Indonesia Joko Widodo telah menandatangani peraturan baru yang memberi otoritas pajak mengakses informasi rekening yang dimiliki lembaga keuangan seperti bank. Persetujuan DPR tertunda atas peraturan baru tersebut.
Peraturan tersebut ditandatangani pekan lalu sebagai bagian dari janji Indonesia untuk mengikuti inisiatif Automatic Exchange of Information (AEOI) yang dipimpin oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan.
Pemerintah menganggap hal ini sangat mendesak agar kantor pajak mendapat akses lebih luas terhadap data keuangan, kata peraturan tersebut. Kegagalan memenuhi komitmen AEOI dapat menyebabkan kerugian signifikan dan mengganggu stabilitas di Indonesia, katanya.
Presiden bisa mengeluarkan peraturan pemerintah pada saat darurat dan menjadi efektif segera, walaupun Parlemen harus berdebat dan memberikan suara pada peraturan tersebut selama pertemuan berikutnya, yang dimulai besok, dan mengubahnya menjadi undang-undang.
Jika DPR tidak mendukung, peraturan itu dicabut.
Peraturan tersebut meminta bank, perusahaan asuransi dan lembaga keuangan lainnya untuk melaporkan informasi klien, termasuk saldo kas dan keuntungan finansial dari aset, sesuai dengan standar internasional, dan kantor pajak harus berbagi informasi dengan pihak berwenang di negara lain.
Kantor pajak juga dapat meminta lembaga keuangan berbagi informasi untuk tujuan pemungutan pajak.
Sebelumnya, berdasarkan undang-undang perlindungan bank dan lembaga keuangan lainnya, kantor pajak harus mengajukan permintaan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk mendapatkan akses ke akun wajib pajak, hanya untuk tujuan penyelidikan.
Ini bisa memakan waktu lebih dari 6 bulan dan memungkinkan orang tersebut menutupi kemungkinan bukti penghindaran pajak, kata petugas pajak.
Peraturan baru tersebut mengikuti kampanye amnesti yang mendorong pembayar pajak menyatakan kekayaan tersembunyi. Hampir 1 juta pembayar pajak mengikuti program tersebut, mengumumkan aset bersih yang sebelumnya disembunyikan sebesar 4.881 triliun rupiah.
"Kami belum siap sebelum amnesti pajak, tapi sekarang sudah memiliki amnesti, kita siap," kata kepala ekonom Bank Central Asia, David Sumual. (marloft)