Gubernur Anies Baswedan dan Kuda Ibnu Sina
Selasa, 14 April 2020, 07:24 WIBBisnisNews.id -- Pemimpin di Indonesia sedang diuji kesabaran sekaligus kecerdasannya dalam menghadapi dan menyelesaikan pandemi corona (covid-19). Langkah strategis harus diambil, agar wabah mematikan itu segera teratasi dan hilang dari negeri ini. Tapi, aksi para pemimpin kita belum semua diterima secara baik-baik. Tidak sedikit justru dicibir bahkan dihujat-hujat. Termasuk Gubernur DKI Jakarta Anies R.Baswedan.
Sejak maraknya covid-19, Gubernur Anies terus bertindak cepat untuk mengatasi wabah asal Wuhan China itu. Berbagai langkah dilakukan, melakukan test ceta (repeat tetst), PCS, menyediakan rumah sakit tujukan bahkan memberikan santunan dengan dana APBD.
Namun hujan mash bertubi-tubi dialamatkan kepada orang nomor satu di DKI Jakarta itu. Apalagi dari kubu opisisi, mereka selalu mencari kelemahand an kekurangan Anies, meski dia sudah bekerja maksimal untuk warga Jakarta.
Tapi, Gubernur Anies sudah bertekad, covid-19 harus dilawan. Dia mengaku rela tidak populer atau dibenci orang, demi untuk menyelematkan rakyat Jakarta yang lebih besar.
Dengan kerja keras bersama melawan covid-19, kata Anies kita optimis bisa. Bahkan, dia justru menghadapi para pengkritiknya dengan cara-cara bijak. Bukan tak mau melayani, tapi bekerja untuk rakyat lebih diutamakan oleh Gubernur Anies.
Dalam satu kesempatan, sambil mencari hikmahnya, Gubernur Anies Baswedan bercerita tentang perlunya diam disaat menghadapi orang-orang yang bodoh.
Berikut kutipan cerita Gubernur Anies selengkapnya: Sebelum memulai cerita, seperti biasanya, beliau menyeruput kopi susu kesukaannya. Lalu Pak Anis Baswedan bertanya, tahukah kalian siapa Ibnu Sina ?
Adalah tahun 980 sampai 1037 ada seorang mumpuni bernama Ibnu Sina. Seorang filsuf, penulis, ahli obat dan pengobatan juga ilmuwan yang cukup handal. Adapun karyanya yang tersohor adalah al-Qanun fi At-Tibb tentang ilmu obat dan pengobatan.
Suatu hari Ibnu Sina melakukan perjalanan dengan Kuda kesayangannya. Pada suatu tempat yang dianggap nyaman, ia berhenti beristirahat. Kuda diikat ditempat yang sedikit teduh. Diberi makanan jerami dicampur rumput pilihan. Ibnu Sina tahu binatang itu tidak boleh dimusuhi bahkan disiksa. Harus disayang karena membantu manusia.
Ibnu Sina duduk di tempat lebih teduh tak jauh dari Kuda, sambil menikmati bekal yang dibawanya.
Tiba-tiba datang seseorang menunggang Keledai. Ia turun dan mengikat Keledai berdekatan dengan Kuda milik Ibnu Sina. Dengan maksud supaya Keledainya bisa ikut memakan jerami dan rumput pilihan. Dan orang tersebut pun duduk dekat dengan Ibnu Sina berada.
Ketika ia duduk dan ikut makan, Ibnu Sina mengingatkan,
"Keledaimu jauhkan dari kudaku
supaya tidak dislentak/ditendang."
Orang yang diajak bicara itu tersenyum sambil menoleh ke Kuda dan Keledai.
Namun plak. Si Keledai ditendang kuda hingga luka cidera.
Pemilik Keledai marah² kepada Ibnu Sina dan meminta tanggung jawabnya. Ibnu Sina diam saja.
Sampai kemudian si pemilik Keledai mendatangi hakim dan meminta agar Ibnu Sina membayar atas luka cidera Keledainya.
Saat ditanya oleh hakimpun Ibnu Sina terdiam.
Hakim kemudian berkata kepada orang yang mengadu,
"Apakah ia bisu ..... ?"
Orang itu menjawab
"Tidak, tadi bicara padaku."
Hakim bertanya lagi, "Apa yang ia katakan ..... ?"
Orang itu kembali menjawab: "Jangan dekatkan Keledaimu nanti ditendang Kudaku."
Setelah mendengar jawaban itu, sang hakim tersenyum dan berkata kepada Ibnu Sina
"Anda ternyata pintar. Cukup diam dan kebenaran terungkap."
Sambil tersenyum Ibnu Sina berkata kepada hakim. "Tidak ada cara lain untuk menghadapi orang bodoh selain dengan diam."
Dan kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Itulah kenapa sebabnya kenapa saya memilih diam.(hel/helmi)