ISIS Lakukan Persalinan Dari Dalam Penjara
Senin, 23 Januari 2017, 21:08 WIBBisnisnews.id - Besarnya populasi dan tingginya kesenjangan sosial merupakan faktor demografi yang membuat ISIS bertumbuh subur di Indonesia. ISIS mengklaim bahwa lebih mudah mengatur organisasi dan melakukan regenerasi dari dalam penjara di Indonesia.
Lembaga Analisis Kebijakan Konflik - Analisis kebijakan Konflik (IPAC) di Jakarta telah mengeluarkan laporan yang memperingatkan bahwa upaya pemerintah untuk menghentikan radikalisasi di penjara tidaklah efektif.
Salah satu contoh yang dikutip dalam laporan tersebut mengatakan bahwa otoritas penjara memperbolehkan pemimpin ISIS di Indonesia menggunakan ponsel dan situs untuk menyebarkan propaganda jihad. Alat tersebut dipakai untuk mengatur serangan bom di Jakarta pada Januari 2016 dari jarak jauh, kata pihak berwenang.
Serangan ISIS di Jakarta setahun lalu telah menewaskan 4 warga sipil, 4 penyerang dan penahanan 12 orang. Serangan itu diatur dari dalam penjara oleh Aman Abdurrahman, yang dipandang AS sebagai pemimpin kelompok ISIS di Indonesia. Sebelum Januari 2016, ia pernah diijinkan untuk berbicara dengan pengikutnya melalui telepon. Dia juga bebas menjalankan sebuah situs web yang menerjemahkan propaganda jihad.
"Kendalanya adalah manajemen penjara yang tidak efektif," kata Sidney Jones, direktur IPAC dan analis terorisme Asia Selatan.
"Penjara penuh, kurang staf, korupsi merajalela, anggaran tidak memadai, membuat para ekstremis yang didanai ini menjadi lebih mudah merekrut narapidana lain. Program deradikalisasi tidak akan efektif kecuali beberapa masalah ini diselesaikan. "
Laporan ini mencatat bahwa narapidana yang pro ISIS terus merekrut dan meradikalisasi tahanan yang akan bebas hukuman. Beberapa di antaranya telah mengorganisir aksi terorisme dari dalam penjara lebih dari sekali, hasilnya teroris baru terus bermunculan.
Misalnya, 120 tersangka teroris terkait ISIS dipenjara tahun lalu. Pada saat yang sama, 50 juga dibebaskan setelah menyelesaikan hukuman mereka.
IPAC melaporkan bahwa anggaran penjara sangat tidak memadai, tahanan tergantung pada sumbangan dari luar untuk makanan yang layak. Dan para teroris memiliki jaringan dukungan terorganisir yang bisa menarik penjahat biasa ke dalam barisan mereka.
"Radikalisasi penjahat biasa oleh narapidana pro ISIS terus menjadi mimpi buruk bagi polisi dan petugas penjara. Dari 2010 hingga 2016, setidaknya 18 mantan penjahat telah terlibat dalam kasus terorisme di Indonesia, dan sebagian besar memang diradikal dari dalam penjara," lapor IPAC. (marloft)