KPK : Uang Dibagi Secara Terbuka Dalam Ruangan DPR
Sabtu, 08 April 2017, 10:38 WIBBisnisnews.id - Penyelidikan korupsi melibatkan puluhan politisi adalah penyebab keprihatinan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, namun tidak ada negara lain yang telah mengambil sikap keras terhadap korupsi selama dekade terakhir, kata Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengadili 2 tersangka dan mengklaim bahwa setidaknya 37 orang mengambil manfaat dari pencurian 170 juta dolar terkait dengan proyek e-ktp.
Tuduhan dalam surat dakwaan KPK mengatakan, mulai dari 5 ribu dolar menjadi 5,5 juta dolar secara terbuka dibagi di sebuah ruangan di DPR. Yang terlibat termasuk anggota dari partai berkuasa Presiden Joko Widodo, menteri, ketua parlemen dan anggota partai oposisi.
Skala tuduhan pencurian telah menciptakan berita utama sensasional, bahkan di Indonesia yang terbiasa dengan skandal korupsi epik. Fakta bahwa itu melibatkan parlemen, lebih tidak mengejutkan lagi. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Transparency International, parlemen Indonesia dianggap sebagai lembaga paling korup.
"Jika Anda melihat banyak kasus korupsi dan berpikir berarti ada begitu banyak korupsi, benar. Tapi di sisi lain, Anda dapat melihat bagaimana Indonesia sedang sangat sulit memberantas korupsi," kata Kalla dalam wawancara ketika ditanya kasus e-ktp.
Meskipun para politisi dan polisi berupaya berulang-ulang untuk melemahkan, KPK tetap salah satu lembaga yang paling efektif dan independen di Asia Tenggara. KPK telah menyelidiki 91 orang tahun lalu, rekor dalam sejarah 15 tahun, menurut data KPK.
"Tidak ada negara lain yang dalam waktu 10 tahun memenjara 9 menteri dan 19 gubernur, dan pejabat tinggi lainnya dan anggota parlemen," kata Kalla kepada Reuters.
Data Forum Ekonomi Dunia untuk Global Competitiveness Report 2015-2016 menunjukkan upaya mengatasi korupsi terbayarkan, mengatakan Indonesia melakukan peningkatan pada hampir semua tindakan yang berkaitan dengan suap dan etika.
Meski begitu, Indonesia masih berada di peringkat 90 dari 176 negara dalam indeks Persepsi Korupsi tahunan Transparency tahun lalu, setara dengan negara-negara seperti Liberia dan Kolombia.
KPK mengklaim yakin 100 persen, memiliki 1.200 staf dan dapat menyadap tanpa surat perintah. Setelah penyelidikan dimulai, tidak ada mekanisme hukum untuk menghentikan itu.
Tapi hal ini mendatangkan biaya sangat besar. Empat tahun lalu, KPK harus memanggil dukungan publik untuk membarikade markas setelah satu skuadron polisi menuntut untuk menyerahkan penyidik yang menyelidiki korupsi di kalangan polisi atas.
Lalu memenjarakan mantan kepala KPK, Antasari Azhar, yang mengaku dijebak terkait pembunuhan untuk menggagalkan penyelidikan penipuan suara selama pemilihan presiden 2009. Dia diberikan grasi tahun ini.
Media lokal telah memuat skandal korupsi di halaman depan, meskipun Presiden Widodo mendesak masyarakat untuk menganggap itu tidak bersalah sampai terbukti bersalah. Ketegangan agama dan politik meningkat, dengan pemilihan Gubernur Jakarta menjelang pemilihan presiden 2019.
Namun, fakta KPK mengidentifikasi dalam surat dakwaan untuk sebagian besar partai utama, penyelidikan akan makan waktu dan membatasi kejatuhan politik.
"Dari awal, kami memahami bahwa ini tidak akan menjadi proses yang singkat. Kami katakan ini seperti lari maraton," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, di mana ia mengatakan badan tersebut akhirnya akan terus mengejar ikan besar yang terlibat.
Kasus dimulai dari 2009 dan berpusat pada dugaan mark-up anggaran pengadaan untuk program pemerintah e-ktp. Para tersangka termasuk 2 pejabat kementerian dalam negeri, DPR Setya Novanto dan anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), termasuk Menteri Kehakiman Yasonna Laoly.
Laoly dan Novanto belum didakwa dan menyangkal melakukan kesalahan. Seorang pejabat PDIP mengatakan partai mempertanyakan anggotanya dan akan menghormati proses hukum. Ketegangan antara KPK dan DPR telah membusuk selama bertahun-tahun dan beberapa anggota mengatakan motif politik di balik penyelidikan.
Anggota parlemen sebelumnya telah mengusulkan pengekangan kekuasaan pengawasan KPK dan memungkinkan DPR untuk mengakhiri penyelidikan korupsi. Ahli di DPR mencari masukan publik tentang revisi agar KPK mendapatkan izin dari dewan pengawas untuk penyadapan dan pembatasan kasus.