Limbah Menggunung, Bali Deklarasikan Darurat Sampah
Kamis, 28 Desember 2017, 12:26 WIBBisnisnews.id - Pantai Kuta di Bali telah lama menjadi favorit wisatawan, namun saat ini garis pantainya menghilang ditelan gunungan sampah.
Sedotan plastik dan kemasan makanan bertebaran di antara orang berjemur, sementara peselancar terombang-ambing di belakang gelombang menghindar dari sampah yang mengalir keluar dari sungai atau dibawa oleh arus yang berputar-putar.
"Ketika saya ingin berenang, itu tidak terlalu bagus, saya melihat banyak sampah di sini setiap hari, setiap saat," kata wisatawan Austria, Vanessa Moonshine.
"Sampah selalu datang dari laut, sangat mengerikan," tambahnya.
Seringkali dijuluki surga di bumi, masalah sampah di pulau Bali telah menjadi hal yang memalukan.
Indonesia merupakan penyumbang terbesar kedua untuk puing-puing di laut setelah China, dengan sekitar 1.29 juta ton metrik ton diperkirakan diproduksi setiap tahun oleh Indonesia.
Gelombang plastik yang membanjiri sungai dan laut telah menyebabkan masalah selama bertahun-tahun, menyumbat saluran air di kota-kota, meningkatkan risiko banjir, dan melukai atau membunuh hewan laut yang terjebak kemasan plastik.
Masalahnya telah berkembang sangat buruk sehingga pejabat di Bali bulan lalu mendeklarasikan keadaan darurat sampah di bentangan sepanjang enam kilometer yang mencakup pantai Jimbaran, Kuta dan Seminyak.
Pejabat mengerahkan 700 pembersih dan 35 truk untuk membuang sekitar 100 ton puing setiap hari ke tempat pembuangan sampah di dekatnya.
"Orang-orang dengan seragam hijau mengumpulkan sampah untuk memindahkannya tapi keesokan harinya saya melihat situasi yang sama," kata Claus Dignas dari Jerman yang mengklaim bahwa ia selalu melihat sampah jadi malah lebih banyak setiap kunjungan ke Bali.
"Tidak ada yang mau duduk di kursi pantai yang bagus dan menghadapi semua sampah ini," tambahnya.
Masalah sampah Bali adalah yang terburuk selama musim hujan tahunan, ketika angin kencang mendorong sampah dari tepi sungai ke pantai, menurut Putu Eka Merthawan dari badan lingkungan setempat.
"Sampah ini bukan berasal dari masyarakat yang tinggal di daerah Kuta dan sekitarnya," katanya kepada AFP.
"Orang Kuta akan bunuh diri jika mereka melakukannya."
Sekitar 72 kilometer dari Kuta, selama 2 bulan Gunung Agung telah mengancam akan meletus, mendorong wisatawan untuk membatalkan kunjungan dan menggusur puluhan ribu penduduk desa yang tinggal dalam radius 10 kilometer dari kawah gunung berapi tersebut.
"Tapi masalah sampah di pulau ini tidak kalah dengan ancaman tadi," kata I Gede Hendrawan, peneliti oseanografi lingkungan dari Universitas Udayana Bali.
"Sampah secara estetis mengganggu wisatawan, tapi sampah plastik jauh lebih serius," katanya kepada AFP.
"Mikroplastik bisa mencemari ikan, yang jika dimakan manusia bisa menyebabkan masalah kesehatan termasuk kanker."
Indonesia adalah satu dari hampir 40 negara yang menjadi bagian dari kampanye Laut Ramah Lingkungan PBB, yang bertujuan untuk menghentikan arus sampah plastik yang mencemari lautan.
Sebagai bagian dari komitmennya, pemerintah telah berjanji untuk mengurangi sampah plastik laut sebesar 70 persen pada tahun 2025.
Pemerintah berencana untuk meningkatkan layanan daur ulang, mengurangi penggunaan kantong plastik, meluncurkan kampanye pembersihan dan meningkatkan kesadaran masyarakat.
Namun, skala masalah yang dihadapi pemerintah sangat besar, karena populasinya lebih dari 250 juta dan infrastruktur pengolahan limbah yang buruk.
Hendrawan, yang mengatakan bahwa penduduk lokal dan wisatawan bertanggung jawab atas masalah sampah di pulau itu, mendesak pihak berwenang untuk menginvestasikan lebih banyak sumber daya untuk mengatasi masalah tersebut.
"Pemerintah Bali harus meluangkan lebih banyak anggaran untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengurus sungai setempat, bukan untuk membuang sampah," katanya.
"Pemerintah pusat harus meningkatkan kampanye untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik dan melarang kantong plastik gratis dari supermarket." (marloft)