Menteri BUMN Tanggapi Peringatan Menteri Keuangan
Kamis, 28 September 2017, 22:19 WIBBisnisnews.id - Menteri BUMN Rini Soemarno pada hari Kamis 28 September mengabaikan peringatan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tentang risiko potensial di PLN terkait strategi perusahaan dalam melakukan diversifikasi sumber pendanaan.
Surat berisi peringatan Sri Mulyani ke Rini dan Menteri Energi Ignasius Jonan bocor dan dilaporkan secara luas di media massa, memperlihatkan adanya keretakan antara pembuat kebijakan ekonomi mengenai program pembangunan infrastruktur Presiden Joko Widodo.
Surat tersebut telah memicu perdebatan baru mengenai peran BUMN dan apakah mereka terlalu banyak mengambil risiko. "Sangat wajar bagi Kementerian Keuangan untuk memperingatkan kita," kata Rini dalam sebuah pidato di seminar mengenai pembangunan infrastruktur. Ia mengatakan Sri Mulyani "lebih pencemas daripada saya."
"Tapi kita tahu apa yang kita lakukan, kita tahu dimana kita berada. Dan kita tahu bagaimana mengambil langkah ketika ada situasi skenario terburuk. Itulah yang telah saya lakukan dalam tiga tahun terakhir," tambahnya. "BUMN dikelola secara profesional dan transparan."
Dalam surat yang bocor tersebut, Sri Mulyani mengatakan bahwa pembayaran pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan dan kebijakan pemerintah untuk menghapuskan kenaikan tarif listrik berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar.
Sebagai tanggapan, Rini mengatakan bahwa pemerintah telah menghitung bahwa pihaknya dapat menghemat 300 triliun rupiah per tahun dari penghapusan subsidi bensin pada awal tahun 2015 dan 36 triliun rupiah telah disuntikkan ke BUMN.
Perusahaan-perusahaan tersebut mengumpulkan dana tambahan melalui pinjaman bank, penerbitan obligasi dan yang terakhir, sekuritisasi aset. Dia mengatakan tiga BUMN termasuk PLN saat ini berencana untuk menjual obligasi komodo atau obligasi berdenominasi rupiah yang diterbitkan di luar Indonesia untuk pertama kalinya.
Sejak menjabat pada bulan Oktober 2014, Jokowi telah berjanji untuk memperbaiki kekurangan infrastruktur di Indonesia dengan membangun proyek senilai 5.000 triliun rupiah selama masa jabatan lima tahunnya.
Soemarno mengatakan, program unggulan pemerintah untuk membangun kapasitas listrik 35.000 megawatt diperlukan agar Indonesia dapat memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 6-7% untuk 10 tahun ke depan.
Dia menambahkan bahwa 26.000 megawatt proyek pembangkit listrik ditawarkan kepada produsen listrik independen, dan sebagian besar proyek yang sedang dibangunnya sendiri berada di daerah terpencil dimana investor kurang tertarik.
Rini mengatakan proyek 26.000 megawatt dapat ditandatangani dengan IPP pada akhir tahun ini. Namun, beberapa pengamat mengatakan bahwa upaya pemerintah masih terbatas untuk menghapus pita merah.
"Tidak banyak peraturan, terkadang saya menemukan peraturan dari satu kementerian secara langsung bertentangan dengan pelayanan lain," kata Julian Smith, penasihat keuangan infrastruktur di PwC Indonesia dikutip dari Nikkei Asian Review. "Banyak yang perlu dilakukan untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi investasi sektor swasta." (marloft)