Pelabuhan Heritage Sunda Kelapa Kini Menjadi Pangkalan Pasir
Jumat, 20 April 2018, 18:44 WIBBisnisnews.id - Sunda Kelapa sebagai pelabuhan warisan budaya (heritage) yang diusung Gubernur DKI Jakarta Anies Bawedan sebagai daerah kunjungan wisatawan banyak dikeluhkan masyarakat. Kondisinya menjadi tidak terawat dan kumuh.
Pelabuham di bawah pengendalian Indonesia Port Corporation (IPC) atau Pelindo II itu terkesan bukan lagi kawasan pelabuhan heritage karena terdapat gunungan pasir dan aktivitas bongkar muat truk pasir yang diduga menjadi penyebab rusaknya jalan.
Humas PT IPC Sofyan Gumelar mengakui Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai pelabuhan heritage oleh Pemda DKI Jakarta. Namun, kata Sofyan, kegiatan pelabuhan sebagai bongkar muat tetap berjalan.
"Memang Sunda Kelapa sebagai pelabuhan heritage tapi tetap ada sisi komersialnya sebagai pelabuhan," jelas Sofyan.
Ditanya soal kumuhnya pelabuhan Sunda Kelapa sebagai pelabuhan heritage karena adanya kegiatan pangkalan pasir, dikatakan tidak tahu kalau ada kegiatan seperti itu.
Pelabuhan tertua yang sudah ditetapkan sebagai destinasi wisata Jakarta idealnya bersih dan nyaman. Sunda Kelapa dijadikan pelabuhan heritage karena memiliki nilai sejarah sebagai awal berdirinya kota Batavia diabad ke lima hingga menjadi kota Jakarta seperti sekarang ini.
Di pelabuhan ini sebelumnya sangat menarik perhatian wisatawan lokal dan asing dengan hamparan pantai dan kapal Pelayaran rakyat (Pelra) atau phinisi. Namun sekarang ini, nyaris tidak ada wisatawan berkunjung.
Sekarang ini di pelabuhan heritage itu hanya ramai oleh puluhan truk tronton mengangkut pasir keluar masuk pelabuhan mengakibatkan jalan di pelabuhan banyak rusak berlubang dan licin saat hujan.
Gunungan pasir asal Bangka ini terlihat sangat mencolok menghampar di lahan ratusan meter persegi Pelabuhan antar pulau kelas III yang telah berjalan tiga tahun.
Pelabuhan rakyat Sunda Kelapa yang semula diperuntukan untuk kegiatan bongkar muat kapal rakyat atau pelabuhanan pengumpan hanya tinggal sebagian saja.
Menurut sejumlah sumber, ijin yang diberikan awalnya hanya setahun pada Desember 2015 dan diputuskan oleh KSOP Sunda Kelapa bersama Pelindo II tidak akan diperpanjang kontrak penggunaan lahan untuk penimbunan pasir.
Sejumlah perusahaan pelayaran rakyat (Pelra)/kapal kayu menduga ada oknum Pelindo II memperkaya diri dari aktivitas lapak pasir dari Kepulauan Belitung Bangka tersebut.
Dalam kontraknya dengan Pelindo ll tercatat kesepakatan pembayaran kuota pasir 20 ribu M3 setiap bulan. Namun, tiap bulannya volume pasir yang masuk lima sepuluh kali lipat sehingga fee luar kontraknya mencapai ratusan juta rupiah untuk oknum pejabat Pelindo II caban Sunda Kelapa.
General Manager Pelabuhan Sunda Kelapa yang dimintai konfirmasi terkait keberadaan pangkalan pasir melalui twlepon genggamnya (phonsel) tidak merespon. (Syam S)