Penguasaan Negara Atas Kekayaan Kandungan Alam
Senin, 21 Oktober 2019, 15:48 WIBBisnisNews.id -- Selain frasa ayat 1 pasal 33 UUD 1945 yang memerintahkan: "Perekonomian disusun sebagai USAHA BERSAMA berdasar azas kekeluargaan", yang merupakan dasar hukum bagi pengejawantahan Sistem Ekonomi Konstitusi (Nasional). Maka, ayat 2 menyatakan: "Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Selanjutnya pada ayat 3 adalah, ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Namun, bagaimana data dan fakta yang berjalan saat ini, Sistem Ekonomi Konstitusi dalam menjalankan usaha bersama dan penguasaan negara atas cabang-cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak di dalam bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam negara Indonesia tersebut? Paling tidak, penguasaan negara atas cabang produksi penting itu dapat dibagi dalam tiga sektor strategis, yaitu Pangan (Food), Air (Water) dan Energi (Energy). Sementara yang merupakan kekayaan yang terkandung di dalamnya juga dikategorikan pada 3 (tiga) ruang, yaitu darat, laut dan udara beserta industri dasar dari hulu ke hilirnya.
Sebuah kegiatan ekonomi selalu didasari oleh motif yang berada dalam paradigma individu dan kelompok masyarakat suatu negara. Kegiatan ekonomi individu dan keluarga juga dilatarbelakangi oleh postulat yang membentuk tujuan akhirnya untuk sebuah pengorbanan atau ongkos (cost). Dalam postulat sistem ekonomi liberalisme-kapitalisme, yaitu melalui pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh untung yang sebesar-besarnya.
Dengan dasar dan motif inilah, pandangan ekonomi menjadi sebuah ideologi bagi suatu bangsa dan negara mengelola sumberdaya alamnya sebagai sumber ekonominya. Dalam terminologi liberalis-kapitalis, setiap individu memiliki hak bebas yang sama dalam mengeksploitasi sumberdaya alam sebagai sumber ekonomi di segala sektor dan peran negara hanya mengatur dalam konteks adanya kegagalan mekanisme pasar (market failure).
Berbeda dengan pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang termaktub dalam pasal 33 UUD 1945 sebagai dasar sistem ekonomi konstitusi negara, kekayaan sumberdaya alam mutlak "dikuasai negara".
Hal ini penting dilakukan bukan saja dalam konteks kegagalan mekanisme pasar saja, namun juga untuk mengatasi adanya penguasaan atau dominasi oleh individu atau sekelompok orang yang bertujuan untuk kemakmuran orang per orang bukan kemakmuran seluruh rakyat. Inilah dasar hukum konstitusi Indonesia dan logis dalam menjalankan sistem ekonomi yang diperintahkan pasal 33 UUD 1945.
Sementara, sektor hulu kekayaan alam merupakan segala hal yang tersedia dan telah disediakan oleh alam tanpa kreasi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar manusia dan kebutuhan industri dalam membentuk nilai tambah produksi (added value) dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, penguasaan atas kekayaan sumberdaya alam dasar sebagai pembentuk harga pokok produksi dalam berbagai industri ini mutlak dikuasai oleh negara dalam pengertian entitas ekonomi yang dibentuk oleh negara, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Data dan Fakta Penguasaan
Berdasarkan data World Investment Report dan UNCTAD, rerata FDI Indonesia selama 2011-2016 hanya 5,7 persen terhadap GFCF-nya. Sementara rata-rata FDI Asia selama periode sama adalah 6,3 persen terhadap GFCF.
Disamping itu, jumlah investasi asing terhadap produk domestik bruto di Indonesia justru terus mengalami kenaikan sejak 1990 hingga 2016. Pada rentang waktu 1990-1997 jumlah FDI yang masuk adalah 8,2 persen terhadap PDB dan angka tersebut kemudian melonjak menjadi 24,1 persen pada periode 2011-2016.
Berdasar data itu, maka benar terdapat adanya akumulasi penanaman modal asing langsung di Indonesia yang semakin meningkat terhadap PDB. Peningkatan yang pesat terjadi pada kurun waktu 2011-2016. Walaupun demikian, data tersebut secara kuantitatif tidak bisa menjadi dasar besarnya peranan asing di dalam perekonomian Indonesia dan tidak lebih tinggi dibanding sebagian besar negara tetangga, dan hanya lebih tinggi dari Filipina.
Lalu siapa sebenarnya yang menguasai sektor ekonomi Indonesia dari hulu sampai dengan hilir industri? Dengan berbagai kesulitan dalam menetapkan kebijakan harga jual konsumen di sektor minyak dan gas bumi (migas) oleh BUMN Pertamina dan PGN, adalah salah satu indikasi dalam memetakan kelompok yang menguasai cabang produksi penting ini.
Sudah dapat dipastikan bahwa gabungan dominasi korporasi swasta nasional dan asing merupakan kelompok yang menguasai sektor hulu migas ini, karena menolak kebijakan kenaikan harga gas per 1 Oktober 2019 yang ditetapkan oleh PGN yang dimotori oleh KADIN.
Oleh karena itu, penguasaan sektor hulu industri ini, baik itu minyak dan gas bumi, serta kekayaan mineral dan batu bara harus kembali dirumuskan dalam kerangka paradigma konstitusi ekonomi. Bahwa penguasaan negara atas kekayaan sumberdaya alam dan merupakan hulu industri sebagai sumber atau faktor produksi harus diserahkan pada BUMN.
Apabila pemerintah serius ingin membangun fundamental ekonomi nasional, maka penguasaan cabang-cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak tak bisa diserahkan kepada korporasi swasta apalagi korporasi asing, karena hanya akan memakmurkan orang per orang.
*Defiyan Cori, pengamat ekonomi konstitusi/ elm