Polisi Tembaki Penduduk Tak Bersenjata, Satu Orang Tewas
Kamis, 03 Agustus 2017, 00:42 WIBBisnisnews.id - Polisi menembaki penduduk desa asli Papua, menewaskan satu orang dan melukai beberapa lainnya, termasuk dua anak. Konfrontasi terjadi setelah pekerja sebuah perusahaan di daerah terpencil menolak untuk membawa penduduk desa yang sekarat ke rumah sakit.
Parlemen Deiyai di Papua timur telah meminta penangkapan perwira yang terlibat dalam penembakan tersebut pada hari Selasa (1/8/2017) dan penarikan brigade mobil.
Kepala distrik, Fransiskus Bobii, mengatakan pada hari Rabu (2/8/2017) bahwa satu orang terbunuh dan dia berusaha menenangkan ketegangan antara polisi dan penduduk desa.
Laporan polisi mengatakan seorang pria berusia 28 tahun ditembak dan meninggal seketika. Dikatakan empat orang lainnya luka-luka namun Santon Tekege, imam Katolik di Deiyai dan seorang penduduk desa yang menyaksikan penembakan tersebut, Elias Pakage, mengatakan jumlah korban luka ada tujuh termasuk dua anak.
"Tidak ada tembakan peringatan sama sekali," kata Pakage. "Petugas segera menembaki penduduk desa yang tidak bersenjata."
Berdasarkan informasi dari kepolisian dan Pakage, konflik terjadi setelah manajer sebuah perusahaan konstruksi di daerah tersebut menolak membawa penduduk desa yang tidak sadar ke rumah sakit yang sekitar satu jam perjalanan jauhnya, karena takut disalahkan jika orang tersebut meninggal dalam perjalanan .
Beberapa jam kemudian, dengan pria tersebut tampaknya tewas, penduduk desa mengkonfrontasi para pekerja tersebut dan menculik satu orang, kata polisi. Polisi pergi ke desa tersebut dan mengatakan diserang oleh batu dan panah sehingga ditanggapi dengan tembakan peringatan, kata polisi, tanpa menjelaskan penyebab kematian dan luka-luka.
Pakage membantah pernyataan polisi tersebut.
"Kami tidak menculik pekerja, itu tidak benar, itu hanya alasan mereka menyerang kami," katanya.
Dilansir dari berita nasional Miami Herald, pemuda desa memang melemparkan batu ke polisi namun tidak ada anak panah, sementara satu pekerja yang ketakutan melarikan diri dari perusahaan namun dirawat dengan baik dan kemudian kembali ke perusahaan tersebut, kata Pakage.
Pemerintah membatasi media melaporkan kejadian di dua provinsi paling timur ini, terutama wartawan asing, terlepas dari pengumuman Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 bahwa media bebas melakukan perjalanan ke sana. (marloft)