Reformasi Pendidikan di Indonesia, Ini 10 Usulan Ikatan Guru Indonesia Ke Menteri Nadiem
Minggu, 10 November 2019, 19:23 WIBBisnisNews.id -- Ikatan Guru Indonesia (IGI) diberi kesempatan bertemu dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyamapaikan beberapa usulan dan masukan untuk perbaikan dunia pendidikan ke depan.
Menteri Nadiem pun sangat antusias dengan gagasan IGI. "Dan inilah yang diajukan Ikatan Guru Indonesia," melalui siaran pers yang diterima BisnisNews.id di Jakarta.
Berikut 10 hal yang disampaikan IDI dalam upaya Revolusi Pendidikan Dasar Dan Menengah di Indonesia.
Baca Juga
1. Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris dan Pendidikan Karakter berbasis agama dan pancasila menjadi mata pelajaran utama di Sekolah Dasar dan karena itu, Pembelajaran Bahasa Inggris di SMP dan SMA dihapuskan karena seharusnya sudah dituntaskan di SD. Pembelajaran bahasa Inggris fokus ke percakapan, bukan tata bahasa.
2. Jumlah Mata Pelajaran di SMP menjadi maksimal 5 mata pelajaran dengan basis utama pembelajaran pada Coding dan di SMA menjadi maksimal 6 mapel tanpa penjurusan lagi mereka yang ingin fokus pada keahlian tertentu dipersilahkan memilih SMK.
3. SMK karena fokus pada keahlian maka harus menggunakan sistem SKS, mereka yang lebih cepat ahli bisa menuntaskan SMK dua tahun atau kurang, sementara mereka yang lambat bisa saja sampai 4 tahun dan ujian kelulusan SMK pada keahliannya bukan pada pelajaran normatif dan adaptif.
SMK tidak boleh kalah dari BLK yang hanya 3, 6 atau 12 bulan. LPTK diwajibkan menyediakan Sarjana Pendidikan atau Alumni PPG yang dibutuhkan SMK.
4. Jabatan Pengawas Sekolah dihapuskan hingga jumlah guru yang dibutuhkan mencukupi. Jabatan pengawas sekolah boleh diadakan kembali jika jumlah kebutuhan guru sudah terpenuhi, tidak ada lagi guru honorer dan semua guru sudah berstatus PNS atau Guru Tenaga Kontrak Profesional dalam Status PPPK dengan pendapatan minimal setara Upah minimum yang ditetapkan pemerintah sesuai standar kelayakan hidup.
Hilangnya tanggung jawab mengajar kepada Kepala Sekolah, seharusnya dimaksimalkan fungsinya, sehingga keberadaan pengawas sekolah untuk sementara bisa diabaikan.
5. Seluruh beban administrasi guru dibuat dalam jaringan (online) dan lebih disederhanakan, RPP cukup 1-2 halaman tapi jelas tujuan dan aplikasi pembelajaran, tak ada lagi berkas administrasi dalam bentuk “hard copy”, verifikasi keaslian dilakukan secara acak dengan kewajiban menunjukkan berkas asli, bukan Foto Copy.
6. Pengangkatan Guru berdasakan kompetensi dan kebutuhan kurikulum yang nantinya dibuat. Uji Komptensi Guru wajib dilaksanakan minimal sekali dalam 3 (tiga tahun).
7. Sistem Honorer dihapuskan sehingga tak ada lagi guru yang mengisi ruang kelas yang statusnya tidak jelas, harus jelas statusnya, apakah PNS, PPPK atau GTY. Pendapatan Guru minimal mencapai Upah Minimum yang ditetapkan pemerintah berdasarkan minimal kelayakan hidup.
8. Jika kurikulum diubah, maka bimtek harus ditiadakan dan diganti dengan vidoe tutorial dengan kewajiban uji secara acak terhadap pemahaman kurikulum. Anggaran bimtek dialihkan untuk rekruitmen guru.
9. Anggaran Peningkatan Kompetensi Guru dihapuskan dan upaya peningkatan kompetensi guru diserahkan kepada organsiasi profesi guru berdasarkan acuan kompetensi yang dibutuhkan. Anggaran Pelatihan Guru dialihkan untuk rekruitmen guru.
Organisasi profesi guru diberikan legalitas dalam melaksanakan upaya peningkatan kompetensi guru, pemerintah cukup melakukan uji terhadap standar kompetensi guru yang diinginkan. Organisasi profesi guru harus segera mendapatkan pengesahan setelah melalui verifikasi dan sepenuhnya pembinaan guru diserahkan kepada organisasi profesi guru dalam pengawasan Pemerintah.
10. Mengatur kembali penentuan “sekolah daerah tertinggal-terpencil-terdepan-terkebelakang sesuai kondisi sekolah, bukan berdasarkan data Kementerian Desa Dan Transmigrasi (Kemendestrans).*nda/helmi