Tahir, Terdakwa Kasus Pelayaran Tanpa SPB Divonis 1,6 Tahun di PN Tarakan Kaltara
Jumat, 17 April 2020, 14:53 WIBBisnisNews.id -- KSOP Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara) melalui Kasi Keselamatan Berlayar Penjagaan dan Patroli (KBPP) Syaharuddin bahwa usaha proses penyidikan kasus pelanggaran pelayaran yang dilakukan telah memasuki babak akhir yaitu putusan hakim Pengadilan Negeri Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara).
Majelis Hakim PN Tarakan telah memvonis lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa Tahir. Kasus pidana pelayaran ini salah satu prestasi kerja keras PPNS KSOP Tarakan dan divonis bersalah.
Kepala Kantor KSOP kelas III Tarakan, Agus Sularto melalui Kasi Keselamatan Berlayar Penjagaan dan Patroli Syaharuddin mendukung penuh penega?kan hukum bidang pelayaran di wilayah kerjanya ini. "Kerja kami sudah benar dan hal itu dikuatkan oleh vonis hakim," katanya kepada BisnisNews.id, Jumat (17/4/2020).
Dikatakan, Majelis Hakim PN Tarakan, Kalimantan Utara menjatuhkan vonis Tahir Terdakwa kita berikan vonis 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara, dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan.
"Vonis itu lebih berat daru tuntutan Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) 1 tahun penjara, terdakwa kasus tindak pidana pelayaran," kata Syaharudin mengutip putusan Hakim PN Tarakan.
Menurutnya, vonis tersebut dibacakan Majelis Hakim, Rabu (15/4/2020 melalui sidang online. Saat sidang berlangsung terdakwa berada di Lembaga Pemasyarakatan dan penasehat hukum, JPU dan Majelis Hakim di ruang sidang.
Sementara, Humas Pengadilan Negeri Tarakan, Melcky Johny Ottoh menuturkan ada beberapa pertimbangan dari Majelis Hakim menjatuhkan pidana lebih tinggi dari tuntutan JPU. Salah satunya, terdakwa Tahir sudah terbukti pelanggaran dalam pelayaran.
“Terdakwa kita berikan vonis 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara, dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan,” kata Melcky mantap.
Majelis Hakim, kata Melky, berpendapat ada hal-hal yang masih tidak semua diutarakan terdakwa di persidangan. Meski tidak diutarakan semua, namun dalam hal pemidanaan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana.
“Di persidangan juga kooperatif, tetapi ada beberapa yang memang agak njelimet lah dia untuk menjelaskan. Tapi, diakuinya kok, mengaku bersalah,” tuturnya.
Dengan pidana pokok ditambah denda, terdakwa harus menjalani pidana 1 tahun 9 bulan penjara jika tidak membayar denda dan setelah dipotong masa tahanan yang sudah dijalani. Sedangkan untuk barang bukti, kata Melcky hanya berupa surat dan dalam amar putusan, dikembalikan ke terdakwa.
Minta Waktu Pikir-Pikir
Sementara itu, Penasehat Hukum terdakwa, Nazamuddin menuturkan pihaknya minta waktu untuk pikir-pikir sebelum memutuskan menerima putusan dari Majelis Hakim. Ancaman hukuman pidana pelayaran, pasal 323 ayat 1 junto pasal 219 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran kata Nazamuddin sebenarnya dibawah 5 tahun penjara.
“Ancamannya dibawah 5 tahun penjara. U?ntuk mempermudah proses persidangan, kan harus ditahan. Kalau Tahir ini mengakui perbuatannya di persidangan, dia mengaku salah. Berangkat tanpa ada Surat Persetujuan Berlayar, karena ada penumpang. Tapi, terhadap putusan ini kami pikir-pikir,” bebernya.
Untuk diketahui, sebelumnya Tahir yang merupakan nahkoda KM Azhar didapati berlayar tidak memiliki Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Tahir membawa limbah oli dari Bunyu ke Tarakan Desember lalu, karena akan gelombang besar pemilik kapal minta Tahir segera berangkat.
"Pengakuan pemilik kapal sudah mengurus manifest kapal ke syahbandar, namun ternyata SPB belum ada, kapal sudah berangkat," kata
Sebelum sidang tuntutan, pada sidang pembuktian JPU sempat menghadirkan empat orang saksi. Diantaranya yaitu staf pelayanan Dinas Perhubungan (Dishub) yang bertugas di Pulau Bunyu, saksi penangkap dari Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III A Tarakan, Anak Buah Kapal dan pemilik barang yang ada di atas kapal.(elm/helmi)