Tragedi Lion JT-610, Soal Sanksi Menhub Mengaku Tidak Bisa Gegabah
Kamis, 01 November 2018, 17:01 WIBBisnisnews.id - Sanksi untuk manajemen Lion Air, terkait jatuhnya pesawat JT - 610, ungkap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tidak bisa dilakukan sembarangan dan tergesa-gesa, tapi harus berdasarkan hasil proses investigasi .
Hasil kerja investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menjadi acuan bagi regulator menjatuhkan sanksi. Kata Menhub Budi, hasil temuan itu dilakukan secara sistematis dan dipertanggunhgjawabkan.
Soal evaluasi sesuai tuntutan masyarakat, tuturnya, pasti dilakukan. "Semua masukan kami terima, dan tentu selanjutnya dikonsultasikan dengan banyak pihak, sehingga tidak terburu-buru," kata Menhub Budi, Kamis (1/11/2018) di kantornya.
Fokus utama sekarang ini, lanjut Menhub, mencari para korban yang belum ditemukan. Hal ini, ungkapnya sangat penting dan ditunggu-tunggu para keluarganya.
“Kita lihat sekarang, para keluarga korban menunggu berhari-hari, kepastian anggota keluarganya yang ikut jadi korban. Kami merasakan kesedihan itu sama seperti yang mereka rasakan, makanya kami fokus mencari korban," kata Menhub Budi.
Saat ini, ungkapnya, seluruhnya di kerahkan melakukan pencarian. "Kami percaya, teman-teman di lapangan bekerja 24 jam tanpa mengenal lelah. Kami juga sangat percaya dengan investigator KNKT yang bekerja profesional, kita tunggu itu," tuturnya.
Dalam menangani kasus jatunya pesawat JT-610, adalah faktor manusia yang menjadi korban dan pesawatnya.
Kendati banyak desakan dari masyarakat, regulator tetap berhati-hati dalam mengambil sikap dan sanksi. Kata Menhub Budi, regulator tidak bisa sewenang-wenang melakukan intervensi, kecuali membuat surat ke pihak manajemen Lion Air, meminta agar membebastugaskan Direktur Teknik dan personel yang terlibat dalam penerbangan tersebut.
Dijelaskan, koordinasi terus dilakukan dengan pihakb erkait. " Setiap malam kami rapat. Saya belum bisa mengatakan intervensi apa yang kita lakukan,” jelasnya.
Pendiri juga pemilik Lion Air Group Rusdi Kirana sebelumnya mengatakan, siap diaudit dan diberikan sanksi, bila diketahui ada kesalahan prosedur.
Namun demikian, dia meminta sanksi yang akan diterimanya bukan berdasarkan emosi, tapi peraturan. Manajemen Lion Air, ungkapnya siap mengikuti prosedur itu.
Maskapai berbiaya murah yang beroperasi sejak tahun 2000 tersebut, berdasarkan catatan redaksi telah memgalami kasus kecelakaan tidak kurang dari 31 kasus. Tragedi Senin pagi 29 Oktober 2018 adalah terbesar dengan jumlah korban terbanyak, karena tidak ada satupun yang selamat.
Para korban yang berhasil ditemui Tim SAR gabungan sudah tidak utuh lagi. Puluhan kantong jenazah yang dibawa ke RS Polri Kramat Jati hanya berupa potongan tubuh.
Seperti diberitakan, pesawat dengan nomor registrasi PK-LQP sempat melakukan momunikasi dengan petugas ATC sebelum akhirnya menghilang pada tituk koordinat 05 46.15 S-107 07.16 E.
Gangguan itu diketahui beberapa saat setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada pukul 06.10 WIB dan sesuai jadwal akan tiba di Pangkal Pinang pada Pukul 07.10 WIB.
Pesawat yang membawa 178 penumpang dewasa, satu penumpang anak-anak dan dua bayi dengan dua pilot dan lima awak pesawat itu sempat meminta kembali ke bamdara asal atau return to base dan akhirnya menghilang dari radar.(Jam/Syam S)