Warga Singapura Rela Sisihkan 1 Persen Pendapatan Untuk Indonesia
Kamis, 09 Februari 2017, 14:04 WIBBisnisnews.id - Warga Singapura bersedia mengeluarkan 1 persen pendapatan tahunan mereka untuk menjamin tidak adanya asap lintas batas selama setahun, demikian hasil penemuan peneliti National University of Singapore (NUS).
Secara total, mereka bersedia membayar 643.5 juta dollar per tahun, nilai yang cukup besar jika digunakan untuk konservasi tanah dan restorasi, kata para peneliti dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal Februari, Environmental Research Letters.
Yuan Lin, Lahiru Wijedasa dan Ryan Chisholm, menuliskan, " Penelitian kami menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami dampak negatif polusi udara di kehidupan sehari-hari, atau gangguan kesehatan selama kabut asap. Kami bersedia menyisihkan finansial pribadi untuk perbaikan kualitas udara. "
Asap lintas batas merupakan masalah lama di kawasan Asia Tenggara, yang sebagian besar disebabkan oleh pengeringan lahan gambut yang kaya karbon, serta perusahaan dan petani yang menggunakan api untuk membersihkan lahan.
Singapura mengalami episode kabut terburuk pada September - November tahun 2015, dengan Indeks Standar Polutan mencapai tingkat berbahaya. Episode kabut 2015 diperkirakan telah menelan biaya kerugian di Singapura sebesar 494 juta dollar. Sejak itu, Indonesia telah memperbarui upaya untuk mencegah kebakaran.
Para peneliti NUS telah mensurvei 390 orang di Singapura dari November 2015 sampai Februari 2016 atas kesediaan mereka untuk mendukung dana mitigasi kabut, dan kesediaan rata-rata orang untuk membayar diperkirakan 0,97 persen dari pendapatan tahunan nya.
Wijedasa mengatakan bahwa salah satu solusi yang diusulkan adalah pembayaran untuk jasa ekosistem, " Ini bisa dalam bentuk negara-negara yang lebih kaya untuk membantu pengelolaan dan pemulihan lahan dengan melakukan pembayaran rutin," katanya.
" Indonesia telah memperkirakan akan membutuhkan 2,1 miliar dollar untuk memulihkan 2 juta hektar lahan gambut. Saat ini Indonesia hanya menerima 50 juta dollar dari Norwegia dan 17 juta dollar dari AS. Bisakah kekurangan ini diisi oleh Singapura dan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara ?"
Tan Yi Han, pendiri organisasi nirlaba Gerakan Rakyat Stop Kabut Asap, mengatakan bahwa temuan ini harusnya memotivasi Pemerintah Singapura untuk mengambil langkah-langkah mencegah kabut, misalnya subsidi untuk minyak sawit berkelanjutan dan bersertifikat, serta bantuan untuk mendukung pemulihan gambut dan perlindungan usaha di Indonesia.
Survei organisasinya pada tahun lalu menemukan bahwa 9 dari 10 responden bersedia membayar lebih untuk produk sawit yang berkelanjutan dan bersertifikat guna membantu mengurangi kabut, kata Tan. Sebagian bersedia membayar 5 sampai 10 persen lebih. (marloft)