Alkohol dan Hiburan Gratis Penerbangan Asia Dipertanyakan
Sabtu, 10 Desember 2016, 12:36 WIBBisnisnews.id - Kebiasaan beberapa maskapai Asia yang memanjakan penumpang dengan alkohol dan hiburan gratis dalam penerbangan diragukan keberlanjutannya menyusul pengumuman OPEC tentang pemotongan produksi (30/11) yang mengakibatkan naiknya biaya bahan bakar, pemotongan rute, pengistirahatan armada, dan kenaikan tarif, menurut analis penerbangan.
Kenaikan biaya bahan bakar ini sangat rentan untuk maskapai Asia mengingat margin keuntungan mereka hanya setengah dari maskapai lain di Amerika Utara, terutama setelah ada kompetisi tarif bawah.
Untuk bertahan hidup, beberapa maskapai penerbangan Asia mulai terpaksa meniru gaya maskapai murah dari US - mulai dari makanan, alkohol dan check-in bagasi untuk penerbangan jarak jauh, menurut Mathieu De Marchi, konsultan penerbangan Landrum & Brown di Bangkok.
"Maskapai penerbangan di Asia-Pasifik mungkin bisa mempertimbangkan untuk melakukan hal yang sama. Saat krisis global keuangan muncul, Delta Air Lines memberlakukan strategi biaya ekstra untuk layanan tambahan dan sejak 2010 mereka membukukan keuntungan," kata De Marchi.
Maskapai penerbangan Amerika Utara cenderung menghasilkan margin laba operasi 15% pada tahun 2016 dibandingkan operator Asia-Pasifik yang hanya sekitar 8%, menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional.
Michael O'Leary, Chief Executive Officer Ryanair, maskapai penerbangan murah Eropa bahkan sempat menyarankan pengenaan biaya untuk penggunaan toilet di tahun 2009.
BBM memang beban terbesar sebuah maskapai penerbangan dan kenaikan harga 30 persen per tahun ini sudah cukup mengancam pertumbuhan pendapatan industri penerbangan global dalam lima tahun ini, menurut konsultan Flight Ascend di Heathrow.
Walau ditenggarai demikian, Cathay Pacific berupaya tetap konsisten memberikan layanan premium pada setiap penerbangan. Baru-baru ini mereka menaikkan batas check-in bagasi di semua kelas dan memotong biaya kelebihan bagasi. Juru bicara maskapai Singapore Airlines juga mengatakan kepada Bloomberg, mereka tidak memiliki rencana untuk memperkenalkan biaya tambahan saat ini.
Walau laba bersih Cathay Pacific turun sebesar 82% di enam bulan pertama tahun ini, yang pasti ketika biaya minyak mentah mencapai $ US145 per barel di 2008, Cathay, Singapore Airlines, Qantas dan operator Asia lainnya masih memberikan minuman gratis bagi penumpangnya.
Qantas, misalnya, di bawah kepemimpinan CEO Alan Joyce, mereka melakukan transformasi lewat efisiensi biaya bahan bakar. Sampai Juni 2017 biayanya tidak lebih dari $ 3,2 miliar dalam satu dekade ini.
"Sebagai maskapai penerbangan premium, kita tidak membiasakan memperkenalkan biaya ekstra," kata Andrew McGinnes, juru bicara Qantas.
Di era naiknya harga minyak, penerbangan dengan layanan penuh dapat memotong rute penerbangan atau mengurangi frekuensi untuk tujuan wisata seperti Bali di Indonesia atau Kamboja Siem Reap karena tidak adanya penumpang premium, kata Hansford, kepala Strategic Aviation Solutions, Sydney.
"Pesawat seperti Boeing 787 Dreamliner dan A350 Airbus akan lebih menarik bagi maskapai karena pesawat bermesin ganda lebih hemat bahan bakar dibanding model bermesin empat seperti Boeing 747 dan Airbus A380," sarannya. (marloft / syam)