Bahaya, Indonesia Sudah Kelebihan Pelaut
Kamis, 15 Agustus 2019, 06:43 WIBBisnisNews.id -- Indonesia negeri maritim besar. Tapi ironis, negeri ini justru terjadi oversupply atau kelebihan Pelaut di Indonesia makin tak menentu, bahkan lulusan Pelaut makin besar sementara kesempatan kerja makin kecil. Terus mau dikemanakan Pelaut kita ke depan ?
Sementara, sekolah Pelaut baik negeri atau swasta makin banyak. Termasuk diklat pemberdayaan masyarakat (DMP) gratis yang menghasilkan ribuan Pelaut muda justru membuat persaingan makin tidak menentu.
Di sisi lain, persaingan Pelaut di pasar internasional juga makin ketat. Dulu Indonesia termasuk negara pemasok Pelaut potensial di dunia. Kini banyak Pelaut serupa masuk ke pasar global seperti asal China, Vietnam, Thailand, bahkan Malaysia.
Baca Juga
HARI PELAUT SE-DUNIA
Stop Membuang Limbah Ke-Laut, Ditjen Hubla dan WIMA -INA Berikan Ultimatum
HARI.PELAUT SE-DUNIA
Terjunkan Taruna, Bersihkan Sampah Di Pantai dan Penanaman Pohon Mangrove
PELAUT
Ditjen Hubla Fasilitasi Pemulangan Jenazah Awak Kapal Indonesia Yang Meninggal Dunia di Kapal Fuyuanyu 8769
Ketua Corp Alumni Bumiseram Makassar (CABM)/PIP Makassar Capt. Agus Salim mengatakan, produk Pelaut Indonesia saat ini sudah waktunya dikontrol. Jangan terlalu banyak membuka program studi (prodi) kepelautan, tanpa mempertimbangkan kemampuan dan daya serap pasarnya.
"Jika dibiarkan seperti sekarang, oversupply pelaut di Indonesia makin parah. Pengangguran Pelaut yang cukup besar sekarang harus segera diatasi," kata Capt. Agus Salim menjawab BisnisNews.id di Jakarta, kemarin.
Program DPM khususnya matra laut harus di-design ulang dan disesuaikan dengan kebutuhan pelaut di pasaran. DPM itu menggunakan uang negara melalui UPT BPSDMP di seluruh Indonesia. "Harus dipastikan, DPM itu benar bermanfaat dan menghantarkan mereka siap bekerja. Bukan sebaliknya, hanya menambah pengangguran pelaut yang nota bene sudah banyak," kilah Capt. Agus Salim.
Pendapat serupa disampaikan Ketua Umum Korp Alumni Pendidikan Perwira Pelayaran Besar (KAP3B)/PIP Semarang Capt. Toto Sugianto. "Oversupply" pelaut di Indonesia bukan hanya isapan jempol belaka. Saat ini, makin banyak pelaut bahkan di level perwira yang menganggur. Kalaupun mereka bekerja, mungkin hanya kontrak jangka pendek dan itupun belum tentu sesuai aturan dan standard gaji yang berlaku," kata Capt.Toto menjawab BisnisNews.
Data KAP3B/Alumni PIP Semarang menyebutkan, setiap tahun ada sekitar 3.500 Perwira Pelaut lulusan sekolah-sekolah negeri, seperti STIP Jakarta, PIP Semarang, PIP Makassar, PolTekPel Surabaya serta beberapa politeknik pelayaran di berbagai daerah di Indonesia. "Sementara, sekolah pelaut swasta justru meluluskan pelaut yang lebih besar lagi. Pada saatnya nanti, mereka akan masuk ke pasar yang sama," kilah Capt. Toto.
Oleh karenanya, "Pemerintah melalui Kemenaker, Kemenhub khususnya BPSDMP dan dunia usaha harus ikut memikirkan nasib dan masa depan pelaut ini. Jangan sampai lulusan perwira pelaut terus menganggur."
Pihak kampus, kilah Capt. Toto, jangan hanya mengejar pendapatan BLU, terus membuka prodi kepelautan secara luas tanpa memperhatikan daya serap pasar. "Nasib dan masa depan lulusan pelaut harus difikirkan," kritik Capt. Toto.
Hasil penelurusan BisnisNews di beberapa mess pelaut di Jakarta mulai Mess SPM Makassar, Mess PIP Makassar, Mess PIP Semarang masih banyak pelaut muda yang nasibnya tidak menentu.
Hampir semua mess pelaut banyak isinya dan sebagian menganggur bahkan sampai setahun belum naik kapal lagi. Banyak teman kami menganggur karena makin kecilnya peluang kerja pelaut.
"Andi, pelaut muda teman kami sejak lulus dua tahun lalu belum dapat pekerjaan," kata Oni, salah satu pelaut asal PIP Semarang di daerah Kemayoran Jakarta Pusat.
Bukan hanya itu, tidak sedikit teman kami termasuk pelaut senior yang tidak bekerja sesuai harapan. Lebih parahnya lagi, kini kontrak kerja pelaut makin pendek, menjadi 4-6 bulan bahkan ada yang hanya sebulan sekali terus off.
Jika ada pejabat yang menyebutkan Indonesia kekurangan pelaut itu adalah salah besar. "Kini justru pasokan pelaut makin melimpah, bahkan banyak yang tidak bekerja karena makin kecilnya peluang kerja yang ada," Ade, pelaut senior saat ditemui di Mess Jln Skoci 110 Jakarta Utara.
Yang menjadi pertanyaan kita, "Siapa orang yang memberikan masukan kepada pimpinan Kemenhub dan Kepala BPSDMP itu ? Lulusan pelaut sudah sangat melimpah, tapi prodi kepelautan di sekolah negeri masih terus dibuka. Terus mau kerja dimana mereka nanti," tanya Ade lagi.
Kini pelaut sangat banyak (menganggur). Datang saja ke mess pelaut, pasti banyak yang belum bekerja. "Ibaratnya, kini tinggal "nyerok" saja dapat pelaut termasuk para perwira," kata Roy pelaut alumni PIP Semarang menambahkan.
Para pelaut senior, termasuk Capt Salim dan Capt Toto mengusulkan menata kembali sekolah-sekolah pelaut di Indonesia. Sekolah pelaut negeri ditata dan ditingkatkan kualitasnya. "Jumlah siswa yang diterima disesuaikan dengan daya serap pasar," pinta Capt.Toto.
Sementara, Capt Salim mengusulkan pelaut muda lebih meningkatkan kompetensinya termasuk menambah dengan kemampuan Bahasa Inggris yang memadahi. "Pelaut ke depan harus profesional di bidang teknis kepelautan, di-backup kemampuan Bahasa Inggris, serta sikap dan perilaku yang baik," tukas Capt. Salim.
Memang Pemerintah dan semua pihak terkait tak bisa lepas tangan dari kondisi kepelautan di Tanah Air. "Tapi, pelaut sendiri harus sadar dan meningkatkan profesionalisme diri, agar tetap eksis dan bisa diterima bekerja dengan baik," tegas Capt. Salim.(helmi)