Antisipasi Serangan Teroris, Pengelola Bandara di Dunia Wajib Terapkan Token Tunggal
Sabtu, 31 Desember 2016, 10:10 WIB
Bisnisnews.id - International Air Transport Association (IATA ) usulkan, konsep "token tunggal" yang menggunakan data biometrik seperti pengenalan wajah diterapkan pada seluruh bandara di dunia. Organisasi penerbangan dunia itu juga menuntut kepala pemerintahan di masing-masing negaramelakukan sharing zona informasi demi keamanan penumpang tak bersalah.
Keinginan itu disampaikan IATA terkait masalah serangan di Brussels dan Istanbul yang menyerang orang-orang yang berkumpul di sisi darat terminal bandara membutuhkan solusi terkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menggunakan intelijen supaya teroris jauh dari bandara dan mengamankan wilayah dari ancaman, " Nick Careen, wakil presiden senior IATA untuk bandara, penumpang dan keamanan kargo memperingatkan.
" Token tunggal memungkinkan proses penumpang lebih cepat dan sangat mengurangi dampak potensial dari serangan teroris di wilayah publik bandara. Industri ini dapat membantu menggerakkan orang di sisi darat secara lebih efisien. Fokus kami adalah peningkatan desain bandara dan manajemen perimeter untuk mengurangi antrian, " kata Careen.
Penggunaan biometrik diyakini akan mengurangi kasus penumpang yang dicegah untuk terbang karena nama mereka yang identik dengan daftar nama orang-orang di daftar buronan. Penumpang bisa menggantikan paspor dengan token yang bisa digunakan berkali-kali untuk menyimpan ennkripsi biometrik dan biodata dari identitas seseorang. Penumpang hanya membutuhkan sekali otentikasi sepanjang perjalanannya
Perusahaan penerbangan didorong untuk lebih melakukan pendekatan berbasis risiko untuk keamanan serta menerapkan sumber daya ke daerah-daerah risiko paling besar. " Saat ini kita skrining semua orang. Nanti tidak perlu lagi, " kata pemimpin IATA.
Sementara itu, repositori informasi zona konflik dibuat tahun lalu pasca penembakan Malaysia Airlines MH17 di langit Ukraina tahun 2014, telah dikritik habis-habisan oleh IATA sebagai implementasi yang terburu-buru dan tanpa pertimbangan, demikian berita aviasi yang diturunkan AINonline.
" Hal itu dilaksanakan terlalu cepat tanpa benar-benar memberikan tingkat pemikiran dan pertimbangan yang tepat tentang apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh industri," kritik Nick Careen.
Careen menyebutkan versi awal repositori online yang diselenggarakan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) itu tidak berguna karena informasi tersebut tidak tepat waktu dan relevan.
Oleh sebab itu, ICAO, IATA, dan organisasi industri lainnya telah mengambil langkah mundur. "Kita sekarang mensurvei industri untuk memahami di mana mereka mendapatkan informasi mereka dan dari siapa," kata Careen. " Kita akan mengidentifikasi untuk apa anggota penerbangan menggunakan informasi tersebut dan mencari solusinya."
Pejabat IATA menjelaskan meskipun banyak anggota penerbangan sudah memiliki akses relevan, namun informasi tersebar di banyak tempat, membuat proses akses menjadi rumit dan berbelit-belit. "Informasi Keamanan harus dibagi secara efektif antara pemerintah dan dengan industri. Mungkin ada informasi sensitif, tapi potensi untuk menyelamatkan warga yang tidak bersalah harus menjadi faktor pendorong." Careen mengakui. "
ICAO telah menetapkan target Juni untuk rekomendasi revisi repositori, dengan waktu implementasi pada akhir 2017. Careen mengatakan repositori revisi akan fokus tidak hanya pada zona konflik, tetapi juga pada ancaman keseluruhan untuk keamanan penerbangan. (marloft / syam)