ASITA Resmi Boikot Garuda Indonesia
Jumat, 10 Februari 2017, 18:05 WIB
Bisnisnews.id - Asosiasi Tour dan Agen Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) boikot Garuda Indonesia atas keputusan mengurangi komisi bagi agen perjalanan.
ASITA dalam suratnya yang ditujukan kepada seluruh anggotanya No.0468/DPP-ASITA/K/II/2017, menjelaskan bahwa seluruh anggota untuk tidak lagi menggunakan pesawat atau penerbangan Garuda Indonesia.
" Selama periode penyelesaian masalah dengan Garuda Indonesia, ASITA Indonesia telah memutuskan bahwa semua anggota ASITA dilarang berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang melibatkan Garuda Indonesia," surat itu menyatakan.
Ketua ASITA, Asnawi Bahar, menyatakan bahwa komisi maskapai dari penjualan tiket akan dipotong dari 7 persen menjadi 5 persen untuk penerbangan internasional dan 5 persen menjadi 3 persen untuk penerbangan domestik.
" Kami akan memboikot Garuda yang ingin menurunkan komisi secara signifikan. Sudah sangat sulit bagi agen perjalanan bersaing dengan agen online, " katanya.
Para agen perjalanan juga akan mengajukan protes dengan pemerintah.
Juru bicara Garuda Indonesia, Benny S. Butarbutar menegaskan bahwa maskapai memang akan mengurangi komisi untuk agen perjalanan.
" Kami menyesuaikan pola bisnis dengan mitra kami, agen perjalanan. Situasi bisnis berubah sangat cepat, dengan perjalanan online menjadi lebih kuat, tapi kami juga tidak ingin menyingkirkan agen offline," katanya.
Benny menambahkan bahwa keputusan mungkin bersifat sementara, karena akan tergantung pada situasi pasar.
ASITA saat ini memiliki sekitar 6.300 anggota agen tur dan perjalanan di seluruh Indonesia, termasuk Panorama Tours Indonesia, kelompok perjalanan terbesar di Indonesia.
Analis penerbangan Arista Atmajati mengatakan, sebaiknya Garuda Indonesia jangan membuat keputusan sepihak. Karena travel conventional juga sudah puluhan tahun support Gatuda Indonesia.
Travel agent konvesional saat ini juga terdesak bisnisnya oleh travel online PMA yang memang komisi travel online hanya tiga persen. Tentu travel conventional tidak terima disamakan karena travel conventional sudah invest cujuo besar.
" Kuncinya komunikasi harus intents dibangun, terbuka. kedua belah pihak," jelasnya. (Marloft/Syam)