Bawang Putih Melangit, Politisi PDIP Desak Pemerintah Bubarkan Praktek Kartel
Selasa, 17 April 2018, 15:11 WIBBisnisnews.id - Bawag putih melangit dan ibu-ibu menjerit. Harga bawang ptih di pasaran tradisional bukan hanya naik, tapi pindah harga dari semula rata-rata Rp 30 ribu/kg meroket menjadi 70 Ribu bahkan sempat tembus Rp 90 ribu/kg.
Bumbu masak yang kerapkali digunakan masyarakat untuk kepentingan terapi pengobatan itu, naik merata di hampir seluruh daerah di Indonesia. Sejumlah anggota masyarakat berharap, negara hadir menstabilkan harga menjadi kebutuhan pokok.
Di Pasar Minggu misalnya, harga bawang putih yang semula hanya Rp 30 ribu/kg, tiba-tiba naik menjadi Rp 78 ribu/kg. Meroketnya harga bawang putih ini juga menjadi salah satu penyebab merosotnya daya beli masyarakat. Artinya, yang semula mampu membeli satu kiloa gram, kaena harganya terlalu tinggi, sehingga masyarakat hanya bisa membeli seperempat kilo gram.
Yanti, warga Pejaten Barat mengaku kaget, ketika baru-baru ini mau membeli bawang utih harganya sudah sangat tinggi/ "Awalnya saya mau bel satu kiloa, karena harga tinggi jadi seperempat aja dh, pusing," keluh Yanti.
Menyikapi keluhan masyarakat itu, Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan mengaku sangat geram dan mendesak pemerintah bukan haya menstabilkan harga bawang putih tapi juga membubarkan dugaan praktek kartel bawang putih oleh 13 perusahaan.
Kata Arteria, kalau importir itu terbukti, harus dikenakan pasal berlapis. Terutama kasus dugaan penyelundupan bawang putih yang beberapa hari ini sudah disegel. Se[erti di gudang Usaha Dagang Anton maupun Usaha Dagang Bumi, pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur.
Paktek dugaan kartel ini menjadi penyulut merojetnya harga bawang ptih di tingkat pengecer dan membuat ibu-ibu yang biasa menggunakan bumbu masak jenis itu mejerit, kaena harganya di pasaran sampai tembus Rp 90 ribu per kg.
Dugaan bawang utih selundupan yang ditemukan Bareskrim Mabes Polri itu diantaranya, di gudang Anton Usaha Dagang Bumi Pasar Induk sebanyak 29 ton atau setara 29 ribu Kg atau 1.450 sak bawang putih oleh PT Citra Gemini Mulya.
Munculnya praktek dugaan kartel dan melangitnya harga bawang putih dipasaran itu berawal terbitnya Surat Persetujuan Impor (SPI) kepada 13 perusahaan dari Kementerian Pertanian tahun 2018. Yakni Pertani, Revi Makmur Sentosa, Sumber Alam Jaya Prima, Sumber Alam Jaya Perkasa, Tunas Sumber Rejeki, Setia Maju Sejahtera Abadi, Bumi Citra Bersama, Exindokarsa Agung, Fermase Inti Mulia, Maju Jaya Niagatama, Haniori dan Anugerah Makmur Sentosa.
Sedangkan nama PT Citra Gemini Mulya yang gudangnya di gerebek Bareskrim di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur beberapa waktu lalu tidak termasuk dalam 13 daftar nama tersebut. "Petugas menemukan bawang putih impor selundupan itu karungnnya tertulis PT Citra Gemini Mulya sudah dipastikan importasinya ilegal, karena ada daftar namanya yang diberikan SPI oleh Kemendag," ujar Arteria.
Dia mempertanyakan pengawasan Kemendag, Bea Cukai, Polres Pelabuhan dan Satgas Pangan mengapa bawang selundupan bisa masuk ke plabuhan Tanjung Priok dengan jumlah besar dan sebagaian atau sekitar 11,62 ton telah dilepas ke pasar. Tersisa di gudang hanya 581 sak atau 11.620 kg.
Hasil investigasi yang dilakukan, ungkap Arteria, harga bawang putih di negara asal, seperti China hanya 500 Dolar AS atau Rp8.500/kg, ditambah transportasi Rp 1.000 sampai gudang di Indonesia, maka harganya menjadi Rp 10 ribu/kg. Sedangkan harga eceran tertinggi (HET) ditetapkan Rp25 ribu/Kg atau untung Rp15 ribu/kg. Namun kenyataannya, di lapangan dijual oleh pedagang Rp40 ribu sampai Rp90 ribu.
Padahal dengan menjual Rp25 ribu/kg (keuntungan Rp15 ribu) importir sudah mengantngi keutungan 3,75 triliun dengan asumsi jumlah kuota impor bawang putih tahun 2018 sebanyak 125.984 ton. Keika bawang putih itu dijual di pasaran Rp40 ribu sampai Rp90 ribu per kg, maka keuntungannya mencapai Rp10 triliun.
"Ini namanya bisnis menghisap. Importir mengkondisikan rakyat terhadap kebutuhan pokok bumbu dapur masyarakat yang tidak bisa dihindarkan sebagai bumbu masak," kata Arteria.
Yang menjadi pertanyaan, sesuai rekomondasi Kementerian Pertanian, untuk tahun 2018 kebutuhan bawang putih di masyarakat 400 sampai 500 ribu ton per tahunnya, tapi oleh Kemendag hanya sepertiganya atau 125.984 ton yang disetujui diimpor oleh 13 perusahaan dari 50 lebih perusahaan yang direkomondasikan oleh Kementan.
"Ada apa ini ? Kami mencurig ada permainan, kenapa hanya 13 perusahaan dari 50 perusahaan yang direkomondasikan Kementan. Siapa 13 perusahaan ini dan saya minta agar 13 perusahaan itu diaudit, apakah sudah memenuhi persyaratan sebelumnya, apakah kewajiban-keajiban sudah dipenuhi, apakah perusahaan lain tidak bisa seperti dia, sehingga yang diberikan hanya 13 peusahaan," tuturnya Arteria.
Dikatakannya, 13 perusahaan ini diduga kuat melakukan praktek kartel, karenakan mendapatkan proteksi perlindungan dari negara melalui surat SPI (surat persetujuan impor) sehingga mampu mengkondisikan harga dipasaran.
Harus dilakukan pengawasan impor, siapa importir yang diberikan SPI, lalu bagaimana mekanisme pengiriman distribusinya. Jangan sampai, mendapa kuota besar sesuai kebutuhan pasar, tapi pengirimannya sengaja disendat-sendat hingga bawang langka.
Hal lain yang juga patut dipertanyakan, kata Arteria, bagaimana indikasi penyimpangan yang sudah kelihatan tapi dibiarkan oleh para pengawas atau stake holder bawang putih. Oleh karenanya, Arteria meminta para penegak hukum Polri, Satgas pangan dan aparat terkait agar melakukan penegakan hukum praktek kartel melalui Undang-Undang (UU) subversib karena membuat barang langka terus memainkan harga dan semua yang terlibat harus dihukum seberat-beratnya baik pemerintahan, pengusaha dan aparat penegak hukum yang ikut bermain karena mereka bermain di atas kepentingan masyarakat. (Tim BN/Syam S)