Dirut AP I Kecewa Putusan KPPU dan APL Siap Banding
Selasa, 20 Juni 2017, 11:56 WIB
Bisnisnews.id-Direktur Utama PT Angkasa Pura I Danang Baskoro mengaku kecewa putusan Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Majelis KPPU) yang telah menghukum PT Angkasa Pura Logistik (APL) bersalah telah melakukan praktek monopoli di terminal Kargo Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan.
Majelis KPPU dalam putusannya menjelaskan APL, anak usaha PT Angkasa Pura I dinilai bersalah dan terbukti melakukan praktek monopoli sesuai Pasal 17 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 5/1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Menurut Danang, putusan Majelis KPPU terlalu dini dan berlebihan. Selaku anak usaha BUMN, APL tidak pernah melakukan monopoli, yang dilakukan hanyalah menjalankan tugas dari perusahaan negara (BUMN) yaitu PT Angkasa Pura I selaku induk usaha.
"Pastinya kami banding, karena APL hanya mendapat penugasan BUMN," jelas Danang, di sela-sela acara buka puasa bersama, Senin sore (19/6/2017) di kantornya
Menurutnya, negara punya hak monopoli di bandara, yang penugasannya diserahkan kepada perusahaan BUMN. Kargo dan Pos adalah barang-barang yang meliputi kebutuhan orang banyak, pengelolaannya harus dikuasai oleh negara dan negara meyerahkannya kepada BUMN.
Majelis KPPU, ungkap Danang, kurang jeli dalam melihat permasalahan secara utuh dan transparan dan terlalu terburu-buru dalam memuat keputusan, sehingga APL selaku anak usaha PT Angkasa Pura I, dinyatakan bersalah dan wajib membayar denda senilai Rp 6,5 miliar.
Padahal yang dilakukan APL, kata Danang, hanyalah menjalankan tugas negara. Karena tidak bisa barang-barang Pos dan Kargo diserahkan swasta, ini adalah kewenangan negara untuk mengelolanya secara utuh, yang diserahkan kepada BUMN.
"Berdasarkan analisa kami, Majelis KPPU kurang jeli dalam melihat permasalahan. Ini kan memang kewenangan negara dan negara punya hak monopoli untuk Kargo dan Pos yang pengelolaannya di lapangan diserahkan pada BUMN," tegas Danang, Senin sore (19/6/2017) di kantornya .
Kalau masalah Kargo dan Pos yang menjadi kebutuhan hajat hidup orang banyak, kata Danang, bila diserahkan kepada swasta, akan muncul masalah baru. Dimana tarif bisa seenaknya ditetapkan, karena swasta tidak akan mau rugi. "Kalau diserahkan swasta, bisa seenaknya menentukan tarif sendiri,"tegas Danang.
Terkait putusan KPPU, yang akhirya mewajibkan APL membayar denda senilai Rp 6,5 miliar, Danang mengaku curiga, ada pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai bisnis ini di Bandara Internasional Sultan Hassanuddin Makassar. "Harusnya mereka tahu, negara punya hak monopoli," tegas Danang. Dia berharap, Majelis KPPU menyadari itu dan masyarakat mengerti masalah yang sebenarnya.
Dia juga menambahkan bahwa Angkasa Pura I mendapat perintah dari BUMN untuk melakukan monopoli Kargo Pos dan bandara, terlepas dari pengusaha swasta yang telah lama menuangkan investasi di bandara-bandara yang dikelola Angkasa Pura I.
Ketua Komisi Pengawas Pesaingan Usaha Syarkawi Rauf mengatakan, tidak ada yang salah dalam putusan itu. Semua putusan Majelis sudah benar dan mengacu pada bukti-bukti persidangan.
Sidang putusan perkara Nomor 08/KPPU-L/2016 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 17 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Terkait Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atas PT Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai BUMN tidak boleh berlindung di balik hak monopoli. Sebagian besar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merasa bebas dari hukum persaingan. Pelaku usaha plat merah itu cenderung berlindung dibalik Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal tersebut memang memberikan pengecualian monopoli, namun apakah Pasal 51 bisa diterapkan pada seluruh BUMN?
Kata Syarkawi, BUMN kerap melakukan monopoli lantaran memposisikan diri sebagai bagian dari negara atau pemerintah. Padahal BUMN tidak berbeda dengan perseroan. Yang beda hanyalah kepemilikan saham.
Dalam perkara yang bergulir sejak tahun 2016 ini, ditemukan fakta penarikan tarif ganda (double charge) yang dikenakan kepada para pengguna jasa di Bandar Udara internasional Sultan Hasanuddin Makassar, yang justru tidak mencerminkan amanat Pemerintah, khususnya di dalam KM 15 Tahun 2010. Selain itu dalam mengenakan tarif ganda, pengguna jasa tidak mendapatkan prestasi atau tambahan layanan yang seharusnya menjadi sebab pengenaan tarif ganda tersebut.
Dari keterangan tersebut, majelis komisi memutus bersalah kepada PT Angkasa Pura Logistik yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, serta menjatuhkan denda sebesar Rp6.5 miliar lebih.
Komisioner Sukarmi menjelaskan, "EMPU atau shipper lain hanya dapat mengakses sampai ke Lini II di bandara Sultan Hasanuddin, sedangkan EMPU AP Logistik dapat mengakses sampai ke Lini I di bandara yang sama. EMPU APL juga dapat memperoleh barangnya dengan cepat, dibandingkan dengan EMPU yang lain, karena peran APL sebagai operator Terminal Kargo dan posisi berada di Lini I."
Sukarmi juga menambahkan, APL mengenakan tarif ganda ketika menjalankan Regulated Agent, "Sejak Juni hingga Desember 2015, total produksi outgoing domestic di bandara internasional Sultan Hasanuddin mencapai 12.064.102kg dan outgoing internasional mencapai 4.112.586kg."
"Terdapat pula kerugian konsumen, di mana konsumen dikenakan tarif ganda, meskipun kegiatan yang dilakukan baik di Regulated Agent dan Terminal Kargo adalah kegiatan yang sama," sebut Sukarmi.
Jauh sebelumnya, di tahun 2014, KPPU pernah menghukum Angkasa Pura I dan PT Execujet Indonesia yang diduga terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
KPPU memerintahkan PT Execujet Indonesia untuk membayar denda sebesar Rp 2 miliar, sementara PT Angkasa Pura I (Persero) harus menghentikan hak Eksklusifitas-nya kepada PT Execujet Indonesia terkait pengoperasian dan pemberikan layanan khusus di General Aviation Terminal untuk Pesawat General Aviation dan/atau penumpang.
Selain itu, diperintahkan pula untuk membuka kesempatan kepada pelaku usaha lain yang telah memiliki izin jasa terkait bandar udara dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk berusaha sebagai penyedia layanan jasa Ground Handling dan Jasa Terkait lainnya di General Aviation Terminal Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.
Apabila kesempatan terhadap pelaku usaha lain tersebut tidak dipenuhi maka Angkasa Pura I harus membayar denda sebesar Rp5 Miliar. Bahkan Mahkamah Agung (MA) pun menguatkan putusan KPPU tadi.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, praktik monopoli membuat pelaku usaha swasta khawatir akan adanya persaingan tidak sehat yang berpotensi "mematikan" usaha perusahaan swasta. Selain itu, hal ini juga menyurutkan minat investor asing untuk menanam modal di Indonesia.
"Monopoli BUMN yang terjadi untuk kesekian kalinya membuat iklim usaha menjadi tidak sehat, mengancam kelangsungan usaha swasta, dan tidak berkeadilan. Lebih lagi, praktik kartel dan monopoli ini tidak menarik untuk investor menanam modal di Indonesia," ujar Yukki di Jakarta, Kamis (6/4/2017).
BACA JUGA : Dirjen Perhubungan Udara : Anak Usaha BUMN Harus Berkompetisi, Bukan Monopoli
Amanat UUD 1945
Dalam draft Pedoman Pasal 51 UU No. 5/1999 disebutkan, monopoli negara dapat dilakukan terhadap cabang produksi yang penting bagi negara atau yang menguasai hajat hidup orang banyak. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945.
Cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dibagi ke dalam tiga kategori. Pertama terkait alokasi, yaitu barang atau jasa yang berasal dari sumber daya alam. Kedua terkait distribusi, yakni kebutuhan pokok masyarakat, tapi suatu waktu atau terus menerus tidak dapat dipenuhi pasar. Ketiga terkait stabilisasi seperti pertahanan keamanan, moneter, fiskal dan regulasi.
Sementara, cabang produksi yang penting bersifat strategis seperti pertahanan dan keamanan nasional. Selain itu, cabang produksi yang berkaitan dengan pembuatan barang/jasa untuk kestabilan moneter dan perpajakan, serta sektor jasa keuangan publik.
Monopoli negara harus diselenggarakan oleh BUMN atau badan yang dibentuk dan ditunjuk pemerintah pusat berdasarkan penetapan Undang-Undang. Badan itu bercirikan melaksanakan pemerintahan negara, manajemen keadministrasian negara, pengendalian atau pengawasan terhadap BUMN atau tata usaha negara. Pengelolaan kegiatan monopolinya pun harus dipertanggungjawabkan pada pemerintah. Sifatnya tidak semata-mata mencari keuntungan. Lalu, kewenangan monopoli tidak bisa dilimpahkan kepada pihak lain.
Kebijakan Presiden
Pemerintah kembali meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi ke 15 tentang Pengembangan Usaha dan Daya Saing Penyedia Jasa Logistik Nasional. Paket Kebijakan Ekonomi ini memfokuskan perbaikan sistem logistik.
"Porsi biaya logistik menyumbang sekitar 40 persen dari harga ritel barang, dan komponen terbesar dari logistik, yaitu 72 persen adalah ongkos transportasi," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan latar belakang lahirnya kebijakan ini (15/6/2017).
Ada beberapa sasaran yang dituju lebih spesifik dengan dikeluarkannya paket kebijakan ekonomi ke-15 ini. Salah satunya, Pemerintah ingin memperkuat sistem logistik dan meningkatkan daya saing perusahaan penyedia jasa logistik. Dengan demikian, diharapkan biaya logistik menjadi lebih murah.
Menurut Presiden dalam sambutannya di depan Perwakilan Pelaku Industri Jasa Keuangan (15/1/2016) lalu, Indonesia telah memasuki era kompetisi, era persaingan. Bahkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah dimulai dan kita menjadi bagiannya. Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo menyampaikan, bahwa kita tidak perlu menghadapi era persaingan ini tapi kita harus mempersiapkannya. Kata kunci dalam memenangkan persaingan adalah efisiensi. Persaingan akan memaksa pelaku usaha meningkatkan kualitas. (Syam S)