Kapan Aplikator Santuni Mitra Driver di Tengah Pandemi Corona ?
Minggu, 19 April 2020, 08:13 WIBBisnisNews.id -- Di tengah pandemi corona (covid-19), banyak sektor informasi terkena dampaknya, termasuk driver ojol. Mereka layak mendapatkan santunan karena menjadi korban. Tapi, sejauh ini para aplikator terutama GoJek dan Grab Indonesia dinilai abai bahkan diam saja.
Aktivos dan pengamat sosial, Harris Rusli melalui @mizenchannel menyatakan, "Jika merger GOJEK & GRAB Februari 2020 diperkirakan valuasinya tembus Rp331 triliun. Buka matamu, 2,5 juta OJOL, ditambah istri & anaknya (7,5 juta orang) terancam lapar terpapar Covid. Pemilik Gojek dan Grab mana sembako gratis untuk OJOL."
Mengingat driver ojol itu aalah mitra kerja aplikator dan penyumpang utama pundi-pundi k aks perusahaan, seharusnya perusahaan aplikator ikut peduli dan memberikan santunan para mitra drivernya. Selama ini, justru pihak lain termasuk Ditjen Hubdat, Pemda dan pihak lain yang peduli dan memberikan bantan kepada driver ojol di berbagai titik di Indonesia.
Pendapat serupa juga disampaikan akadsemisi dan pengamat transportasi dari Unika Soegijopranoto Djoko Setijowarno. "Para aplikator seharusnya ikut peduli dan memberikan santunan ke mitra drivernya. Berbagai pungutan kepada driver dikurangi atau dihilangkan. Bila perlu, diberikan sembako untuk menopang kehidupan driber ojol dan keluaranya," katanya menjawab BisnisNews.id di Jakarta.
Dikatakan, jika aplikator berniat akan membantu meringankan beban hidup para pengemudi ojek daring dan taksi daring, pemotongan setiap transaksi tidak lagi 20 persen. Tetapi dapat dikurangi hanya lima persen saja atau menghilangkan pemotongan itu lebih baik.
Hubungan antara pengusaha dengan pengemudi adalah kemitraan. Jika tidak bekerja tidak menerima penghasilan. Namun, mereka itu sudah dianggap seperti bagian keluarga perusahaan.
"Padahal kalau melihat besaran keuntungan yang diperoleh pengusaha transportasi umum itu lebih kecil ketimbang aplikator transportasi daring. Ini hanya masalah kepedulian pada pegawainya yang selama ini telah menjadi mesin pengumpul uang bagi perusahaan," jelas Djoko.
Fakta saat ini, papar Djoko, justru beberapa instansi Pemerintah di pusat hingga di daerah serta kelompok masyarakat yang lebih dulu memberikan bantuan hidup. Misalnya, Pemprov. Jawa Tengah memberikan makan siang bagi kelompok informal (terbanyak yang menerima berasal dari pengemudi ojek daring) selama dua minggu di Semarang.
"Demikian pula hal yang sama diselenggarakan Institut Studi Transportasi (Instran) bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat di beberapa ruas jalan dan terminal penumpang dan di Jakarta. Pula masih banyak kepedulian kelompok masyarakat maupun individu yang peduli," papar Djoko.
Dia menambahkan, taat aturan dan kepedulian sesama sangat diperlukan. "Saatnya aplikator peduli nasib mitranya yang selama ini sebagai mesin pencari uang, namun realitanya praktik perbudakan modern," tegas Djoko Setijowarno.(helmi)