Garuda Makin Tambun, Apakah Bisa Untung ..... ?
Minggu, 04 Juni 2017, 11:58 WIBBisnisnews.id-Struktur organisasi Garuda Indonesia dinilai terlalu tambun, ditengah kerugian yang terus menderanya dan lilitan utang belum mampu diselesaikan.
Direktur Arista Indonesia Aviation Center (AIAC),Arista Atmajati mengatakan, baru kali ini struktur organisasi Garuda Indonesia sedemikian besar alias tambun.
Makin melebarnya struktur organisasi direksi di airlines pelat merah itu, akan makin lambat pula jalannya dan berat untuk menekan tingkat kerugian.
"Saya pikir dengan dipenuhinya keinginan pilot terhadap direktur teknik dan Operasi akan menurunkan direktur kargo dan dirketur produksi atau lainnya. Ternyata tidak, yah makin tambunlah organisasi Garuda itu," kata Arista.
Kalau strukturnya tambah, biaya yang dikeluarkan juga tambah banyak. Akan berat buat Garuda menggenjot kinerjan keuangan yang lebih baik ditengah tingkat persaingn yang begitu ketat.
"Tujuh orang direksi saya kira ideal, kalau ditambah dua yang memang menjadi kewajiban untuk airlines menempatkan posisi direktur teknik dan operasi harusnya direksi lainnya dikurangi sehingga tetap stabil," kata Arista.
Saat ini kerugian Garuda pada kuartal I 2017 tercatat lebih dari satu triliun rupiah (Rp 1,31 trikiun). Sedangkan pada periode yang sama 2016 kerugian tercatat hanya Rp 400 miliar.
"Dengan direksi tujuh orang kerugian hanya 400 miliar dan sekarang dengan direksi bertambah jadi sembilan orang kerugian meningkat jadi 1,3 triliun," kata Arista.
Mantan pegawai Garuda ini juga berharap, kinerja Garuda kedepan makin bagus, meskipun struktur organisasinya makin tambun. Sehingga larinya makin kencang bisa bayar utang dan kerugiannya bisa diturunkan dan dipangkas habis.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Pahala N Mansury sebelumnya mengakui, kinerja di kuartal II, kemungkinan besar belum akan membukukan laba bersih. Minimal, kata dia, rugi bersih turun secara bertahap hingga enam bulan ke depan.
Dalam laporan keuangan Pahala menyampaikan pada tiga bulan pertama 2017 mencatat kerugian sebesar 98,5 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,31 triliun (kurs 13.300).
Namun, rugi periode berjalan adalah sebesar 99,1 juta dolar AS. Dibandingkan kuartal I tahun lalu,
masih mencetak laba bersih atau laba yang diatribusikan ke entitas induk sebesar 1,02 juta dolar AS. Sedangkan laba periode berjalan adalah sebesar 800 ribu dollar AS.
Kerugian tersebut disebabkan kenaikan harga bahan bakar avtur.
Dalam setahun terakhir, biaya bahan bakar naik 54 persen dari 189,8 juta dollar AS menjadi 292,3 juta dollar AS.
Kenaikan biaya bahan bakar tersebut secara signifikan membuat total biaya operasional meningkat 21,3 persen dari 840,1 juta dolar AS menjadi 1,01 miliar dollar AS. Penerimaan yang naik 6,2 persen dari 856 juta dolar AS menjadi 909,5 juta dollar AS tak mampu mengkompensasi tingginya biaya.
Upaya yang bisa dilakukan untuk memangkas kerugian itu, kata Pahala
melakukan berbagai upaya efisiensi di luar bahan bakar. Karena bahan bakar merupakan biaya yang di luar kendali.(Syam S)