Hadapi Operator China, CX Diduga Ambil Langkah PHK
Senin, 16 Januari 2017, 18:30 WIB
Bisnisnews.id - Cathay Pacific (CX) diduga akan mengumumkan PHK, pengurangan biaya dan menggeser penerbangannya ke operator jarak pendek, karena meningkatnya kompetisi dari operator China.
CX membatalkan perkiraan keuntungan semester kedua pada bulan Oktober dan Ivan Chu, CEO CX, mengatakan akan mengungkapkan review bisnis pada 18 Januari 2017. Pengumuman ini dilihat oleh Reuters dalam majalah internal CX edisi Desember.
Harga saham CX telah jatuh ke level terendah sejak krisis keuangan global tahun 2009, dan tidak ada satupun analisis yang merekomendasikan pembelian saham. Beberapa analis bahkan mengatakan maskapai akan melaporkan kerugian penuh sejak 2010 di laporan 2017 ini.
"Manajemen harus melihat pangsa pasar yang belum menguntungkan di masa lalu, kompetitor maskapai serta serius memperhatikan biaya," kata Will Horton, analis konsultan penerbangan CAPA, Hong Kong.
Beberapa kompetitor CX seperti China Eastern Airlines dan China Southern Airlines, telah menekan harga tiket, di saat CX mengalami kenaikan biaya karena kekuatan dolar Hong Kong terhadap yuan China.
Saingan pun datang dari LCC senegaranya, Hong Kong Airlines, yang juga berkembang pesat dan melayani tujuan yang sama dengan CX.
James Pearson, Kepala Basair Aviation College, Brisbane, mengatakan, "CX mungkin perlu memangkas 33.700 tenaga kerja, mengurangi frekuensi rute yang kinerjanya buruk dan memotong biaya operator jarak pendek, Cathay Dragon." Biaya operator jarak pendek Cathay Dragon diketahui hampir setinggi induknya.
"CX bisa juga lebih fokus pada produk tambahan untuk mendorong pendapatan, berfokus pada back-end pesawat yang mana selama ini belum mereka kuasai," kata Pearson.
Situasi lainnya adalah CX terperangkap di pengaturan China "satu negara, dua sistem" terhadap Hong Kong, sebagai regional hub yang telah dikecualikan oleh China.
Maskapai penerbangan Hong Kong yang telah berusia 71 tahun ini juga semakin tertekan dalam menghadapi operator China yang telah memposisikan diri lewat kesepakatan open sky dengan Australia bulan lalu, di mana Australia merupakan pasar utama CX untuk penerbangan langsung dan koneksi penghubung Asia dan Eropa.
Pada semester pertama 2016, penerbangan ke Pasifik Barat Selatan dan Afrika Selatan menuju Australia telah dilayani oleh 13,6 persen kapasitas CX.
Kesepakatan open sky memungkinkan operator Cina memiliki kapasitas tak terbatas, terbukti dari kapasitas antara Australia dan China tumbuh 61,6 persen dalam lima tahun terakhir 2016, menurut data dari flightglobal.
Sedangkan CX tidak diperbolehkan menambahkan penerbangan dan hanya dapat meningkatkan kapasitas dengan menggunakan pesawat yang lebih besar. Akibatnya dalam lima tahun terakhir 2016, kapasitas antara Australia dan Hong Kong hanya tumbuh 2,6 persen.
Dalam surat elektroniknya kepada Reuters, Pemerintah Hong Kong mengatakan tidak pernah melakukan pembicaraan dengan Australia tentang perluasan akses udara sejak 2015, ketika tidak ada kesepakatan tercapai. Sebagai hasil, hub Cina seperti Guangzhou, Shanghai dan Beijing telah menyita pangsa pasar CX.
"Hampir tiga tahun lalu, 3 hub Cina tersebut hanya memiliki sepertiga dari koneksi Hong Kong. Sekarang mereka mengejar," kata K Ajith, analis UOB Kay Hian, Singapura.
"Salah satu harus bangkit, sementara yang lain harus jatuh, " Ajith menyimpulkan. (marloft/syam)