Ibadah Puasa Mempunyai Makna Instrinsik dan Instrumental Sekaligus
Selasa, 28 April 2020, 06:23 WIBBisnisNews.id -- Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhamamdiyah Hajriyanto Y. Thohari mengatakan, ibadah puasa Ramadhan memiliki dua makna fundamental dalam agama Islam. Yakni, makna intrinsik dan instrumental sekaligus.
"Puasa pada makna intrinsik yaitu agar menjadikan manusia bertaqwa pada Allah SWT. Makna ini termaktub dalam QS Al Baqarah ayat 183 "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa (di buan Ramadhan), seperti diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, mudah-mudah kamu sekalian bertaqwa).
"Sedangkan makna instrumental, orang berpuasa Ramadhan agar manusia mampu memupuk rasa kepedulian antar sesama manusia," kata Harijayanto saat mengisi acara Pengajian #RamadandiRumah PP Muhammadiyah bertajuk "Islam dan Misi Kemanusiaan Global" melalui Livestreaming Facebook
Kedua, menurut dia, makna ini akan berorientasi pada esensi ibadah Puasa itu sendiri dalam agama Islam. "(Puasa) Sekaligus menjadi karakteristik Islam sebagai agama pembawa rahmat bagi semua alam(Rahmatan Lil Alamin)," kata mantan Wakil Ketua DPR itu.
Menurut Dubes RI di Libanon ini, risalah Islam sebagai rahmat sebagian alam (rahamatan Lil alamin) harus diwujudkan oleh umat Islam. "Dan umat Islam Indonesia untuk (harus) memiliki semangat filantropisme dan voluntarisme, yang peduli kepada sesama dan sebagainya," ujar Hajriyanto Thohari.
"(Kepedulian sesama manusia) Itu harus terus dibina dengan tekun menjalankan ibadah," jelas kader Muhammadiyah serta alumni Undip Semarang itu.
Manta Ketua Pemuda Muhammadiyah ini menyatakan, tidak hanya ibadah puasa, ritual ibadah seperti shalat juga memiliki dimensi sosial secara universal. Antara lain untuk terus memupuk keimanan dan rasa cinta kasih terhadap sesama manusia.
Hal ini termaktub secara detail dan terperinci dalam Al-Qur'an Surat Al-Ma'un. "Intinya adalah shalat, puasa itu menjadi instrumen untuk mendidik kita agar selalu beramal. Kalau dalam Surat Al-Ma'un itu dikatakan 'yang senantiasa suka menolong' kepada sesama, berderma, filantropisme," tutur Hajriyanto.
Sekalipun dia shalat, menurut Hajriyanto, tetapi tetap saja membentak anak-anak yatim, mengabaikan orang orang fakir miskin, itu kan malah disebut Fawailull Lil Mushollin (orang yang celaka dalam shalat).
Lehih jauh daripada itu, papar Hajriyanto, semangat voluntarisme (kerelawanan) dan filantropisme dalam Islam harus senantiasa diamalkan oleh para pemeluk agama Islam itu sendiri. Karenanya, ditengah pandemi Covid-19 ini sedianya harus terus digalakkan spirit saling membantu, dalam rangka berlomba untuk kebaikan.
"Jadi, ibadah yang kita lakukan itu untuk mendidik kita menjadi orang-orang yang berjiwa filantropisme. Puasa, harus melahirkan semangat atau spirit filantropis, berderma," tegas Hajriyanto.(hms/helmi)