Ini Produsen Migas Terbesar di Indonesia, Pertamina Hanya Di Urutan Ketiga
Jumat, 12 Juli 2019, 10:32 WIBBisnisnews.id-- Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas bersama kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) Migas berupaya melaksanakan program pengembangan yang berkelanjutan dan melaksanakan eksplorasi untuk menemukan cadangan migas baru di Tanah Air.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, hingga semester 1 2019, 75% lifting minyak nasional disumbang oleh lima KKKS besar di Indonesia.
Produsen minyak dan gas terbesar di Tanah Air ternyata bukan Pertamina. BUMN Migas itu hanya bertengger di urutan ketiga, baik untuk sektor minyak dan gas.
Baca Juga
Lebih lanjutnya, Agung menjelaskan, prousen migas terbesar di Indonesia dikuasai lima perusahaan besar dunia. Mereka itu rincian sebagai berikut CPI 194 ribu barels oil per day (bopd), disusul EMCL 220 ribu bopd.
Pertamina EP diurutan ketiga dengan produksi 80 ribu bopd. Selanjutnya, PHM 37 ribu bopd dan PHE OSES : 29 ribu bopd
Sementara 65% dari total lifting gas nasional disumbang oleh KKKS berikut BP Tangguh sebesar 971 mmscfd (174 ribu boepd), COPHI Grissik 827 mmscfd (148 ribu boepd).
Untuk produksi gas, Pertamina EP embali di urutan ketiga sebesar 768 mmscfd (137 ribu boepd). Berikutnya PHM 662 mmscf (118 ribu boepd) dan ENI Muara Bakau :589 mmscfd (105 ribu boepd)
Lifting 1.8 Juta Barel
Menurut Agung, hingga semester 1 tahun 2019, SKK Migas melaporkan realisasi operasional lifting migas nasional mencapai 1,8 juta boepd (barrel oil ekuivalen per day) atau sebesar 90% dari target lifting nasional.
"Laporan SKK Migas menyebutkan lifting migas hingga akhir Juni 2019 sudah mencapai 90%, rinciannya lifting minyak 752 ribu bopd (barrel oil per day) atau 97% dari target APBN. Sementara lifting gas 1,05 juta boepd atau 86% dari target APBN," papar Agung mantap.
Menurutnya, realisasi lifting migas memang masih belum mencapai target mengingat kemampuan cadangannya, namun Agung menyebut capaian ini telah didorong upaya optimalisasi serta pengembangan baru melalui pengeboran sumur baru, onstream proyek baru, dan pemeliharaan yang optimal.
"Khusus untuk minyak, decline rate-nya bahkan dapat diminimalkan hingga 3%. Ini prestasi mengingat secara umum, decline rate alamiah rata-rata pada kisaran 15-20% untuk mayoritas lapangan mature di Indonesia," ungkap Agung.
Semester II 2019 ini, diharapkan akan mulai onstream lapangan YY-ONWJ, Panen-Jabung, dan Kedung Keris-Cepu. " Ini yang akan memberikan tambahan produksi minyak secara total sekitar 10.000 bopd, mulai Kuartal IV 2019, juga dari Blok Merangin II, dengan tambahan produksi sekitar 1.500 bopd dari produksi eksisting di awal tahun 2019," papar Agung.
Untuk gas, penyerapan oleh buyer cukup menentukan salah satunya cargo LNG di Bontang belum terserap maksimal. Beberapa sumur pengembangan baru, antara lain di Mahakam dan Pangkah, juga masih belum memberikan out put produksi yang optimal. Diharapkan, pengeboran sumur baru di Semester II 2019 akan meningkat seiring dengan estimasi kebutuhan energi yang lebih besar di Semester II 2019.
Sampai akhir Semester I, proyek gas di TSB Phase 2 dan Seng Segat juga sudah onstream dengan tambahan produksi total 220 mmscfd yang diserap oleh buyer domestik.
"Diharapkan dapat lebih optimal di Semester II 2019. (Lifting gas) Ini juga akan bertambah karena masih ada 6 proyek GAS hingga akhir 2019, dengan estimasi tambahan 280 mmscfd di semester II," tandas Agung.(Helmi)