Investor China Ketakutan, Menkeu Balas Retorika Gubernur DKI
Rabu, 01 November 2017, 23:42 WIBBisnisnews.id - Menteri Keuangan mengatakan klaim terkait permusuhan terhadap investasi China di Indonesia, adalah karya beberapa orang yang ingin menutup pintu dari dunia luar. Investor khawatir akan ketegangan etnis di Indonesia
"Jika ada masalah dalam politik bahwa Indonesia menjadi tidak bersahabat, ini didorong oleh beberapa orang yang menganggap Indonesia bisa menjadi tipe orang homogen," Sri Mulyani Indrawati mengatakan kepada wartawan di Hong Kong pada hari Rabu 1 November.
"Tapi kita memiliki komitmen keragaman yang kuat dan tidak dapat dinegosiasikan. Itu berarti kita harus menghormati perbedaan, "katanya. "Kami bukan negara konflik. Kami bukan negara yang penuh kekerasan. Rekam jejak Indonesia dalam hal menghormati kesucian kontrak sangat kuat. Jadi saya mendorong semua pihak agar tidak berkecil hati, bingung atau takut berinvestasi di Indonesia."
Sri Mulyani berada di Hong Kong untuk menghadiri sebuah konferensi mengenai Asia Infrastructure Investment Bank (AIIB).
Komentarnya muncul menyusul rentetan kecaman bahwa Anies Baswedan, gubernur Jakarta yang baru disumpah, menyatakan bahwa "pribumi" harus merebut kembali kendali atas kekuatan "kolonial".
Ada kekhawatiran yang berkembang bahwa retorika oleh Anies dan pendukungnya, termasuk Prabowo Subianto akan membuat investor China tidak tertarik memanfaatkan potensi pertumbuhan Indonesia.
Dewan koordinasi investasi Indonesia mencatat janji investasi langsung China senilai 2,7 miliar dolar tahun lalu. China merupakan investor terbesar kedua di Indonesia setelah Singapura.
Indrawati pekan lalu mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat mengalahkan perkiraan pemerintah sebesar 5,4 persen, membawa janji Jokowi dalam mencapai pertumbuhan 7 persen pada tahun 2018 menjadi lebih dekat.
Dalam wawancara di Hong Kong, ia memuji keberhasilan Indonesia secara bertahap menghapus reputasi yang terkenal lewat birokrasi-birokrasi yang telah menghambat investasi asing.
"Kami telah meningkat secara signifikan. Kami sekarang bahkan berada di depan China, di depan Filipina, di depan Vietnam dan di depan India, "katanya dikutip dari South China Morning Post, mengacu pada kenaikan peringkat Indonesia menjadi ke-72 dalam the Ease of Doing Business Index Bank Dunia yang dirilis pada hari Rabu 1 November, dari peringkat sebelumnya 91.
Bank Dunia memperkirakan Indonesia membutuhkan investasi sekitar 500 miliar dolar untuk mendanai pembangunan jalan baru, pelabuhan dan jembatan.
China merupakan satu-satunya negara di antara 57 anggota AIIB dengan pangsa suara lebih dari 25 persen, mengatakan bahwa pihaknya siap untuk kehilangan hak istimewa tersebut jika lebih banyak negara bergabung dan mencairkan sahamnya di institusi tersebut. (marloft)