Kemelut UTA'45, Sidang Lanjutan Mengarah ke Perdata ... ?
Kamis, 14 Maret 2019, 12:03 WIBBisnisnews.id Sidang lanjutan kasus penggelapan dengan terdakwa Tedja Widjaja terus bergulir dan selalu ramai oleh pengunjung terutama kalangan mahasiswa.
Pada sidang Rabu (13/3/2019) yang menghadirkan saksi Darmawan dan Komalasari Witjaksono, Ketua Majelis Hakim Tugiyanto memfokuskan pada pertanyaan seputar pembangunan gedung kampus yang nihil kaitan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dipersalahkan JPU Fedrik Adhar terhadap Tedja Widjaja.
Bahkan Ketua Majelis Hakim Tugiyanto memotong pertanyaan yang diajukan JPU Fedrik. Padahal, pertanyaan itu dalam rangka pembuktian dakwaannya. Manakala hal itu terjadi, maka Tugiyanto kemudian berkata " jangan saya disebut mengarahkan ke pembangunan gedung kampus, tetapi memang ada kan bangunan lantai delapan itu, dipergunakan pula sampai saat ini," tegas Tugiyanto.
Baca Juga
Dalam sidang lanjutan itu, kedua saksi (Darmawan dan Komalasari) mengakui tidak melihat dan mengetahui adanya berita acara penyerahan gedung kampus Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (UTA 45). Bahkan perizinannya pun, misalnya IMB, tidak diketahui apakah ada atau tidak oleh saksi Darmawan.
"Saya hanya tahu penyerahan lift saja," kata Darmawan menjawab pertanyaan JPU Fedrik terkait tahapan pembangunan kampus UTA 45. Pertanyaan itu digali JPU karena saksi mengaku sebagai orang mengawasi pelaksanaan pembangunansecara keseluruhan.
Mendengar jawaban terus terang saksi Darmawan itu, Ketua Majelis Hakim Tugiyanto jusetru buru-buru mengajukan pertanyaan lagi yang mementahkan pertanyaan JPU. "Saksi tahu kan pembangunan kampus itu tuntas dilaksanakan. Saksi juga tahu kan gedung itu dipergunakan sebagai tempat kuliah para mahasiswa. Kalau tahu, itu saja cukup, berarti ada pembangunan gedung kampus yang dibiayai PT Graha Mahardika (GM)," ujar Tugiyanto.
Selain itu, Ketua Majelis Hakim Tugiyanto juga tampak berdiskusi dengan salah satu anggotanya saat JPU Fedrik mengajukan pertanyaan kepada saksi. Agaknya hasil diskusi itu pula yang diajukan mementahkan pertanyaan JPU Fedrik yang mengarah ke pembuktian surat dakwaannya terhadap Tedja Widjaja.
Saksi Darmawan sendiri yang mengaku sebagai pengawas pelaksanaan pembangunan gedung kampus UTA dari awal sampai rampung, tidak bisa menunjukkan surat tugasnya. "Saya mendapat tugas secara lisan saja," ujarnya. Ketika ditanya Fedrik apakah dia tahu gedung yang akan dibangun itu terlebih dulu dilengkapi perizinan sebelum dilakukan pembangunan, saksi dari terdakwa itu mengaku tidak tahu menahu sama sekali.
Saksi Kumalasari yang ditanya JPU Fedrik apakah akta yang diduga palsu sempat dipergunakan sebelum akhirnya diratifikasi, saksi yang juga dari terdakwa tersebut mengaku tidak tahu menahu pula. "Saya mengaku salah, tidak dicek dulu akta itu," ujar saksi.
Saksi yang mengaku mewakili kepentingan Hindarto sebagai pemegang saham PT GM ikut serta membuat akta yang melibatkan saksi korban Rudyono Darsono. Padahal, Rudyono Darsono yang saat ini menjadi Ketua Dewan Pembina Yayasan UTA 45 tidak hadir dalam kesempatan tersebut.
Usai persidangan sejumlah awak media mencecar Ketua Majelis Hakim Tugiyanto seputar dominasi pertanyaan yang mengarah ke kasus perdata. Kendati sedikit geram, Tugiyanto memilih banyak diam dan tidak meladeni para awak media yang berusaha menggali keterangan.
"Saya tidak ke mana-mana, netral saja, memang ada pembangunan gedung kampus, itu kan dibiayai dari hasil penjualan tanah," ujarnya.
Terdakwa Tedja Widjaja dipersalahkan JPU Fedrik Adhar telah melakukan penipuan dan penggelapan atas penjualan sebagian tanah lokasi kampus UTA 45. Akibatnya, Yayasan UTA 45 menderita kerugian sedikitnya Rp 67 miliar.(Dewi/Jam)