Keselamatan Transportasi Umum Belum Jadi Prioritas, Ini Catatan LBH Transportasi
Kamis, 02 Januari 2020, 08:19 WIBBisnisNews.id -- Tahun 2019 dunia transportasi Indonesia di tutup dengan Kecelakaan Angkutan Umum Bus Sriwijaya di Kota Pagaralam - Sumatera Selatan Selasa (24/12/2019), yang menimbulkan korban meninggal sebanyak 35 orang dan korban selamat sebanyak 13 orang. Kecelakaan ini tercatat sebagai kecelakaan angkutan umum darat terbesar pada lima tahun terakhir.
Sebagaimana dilansir Kapolri Idham Azis pada Senin 30 Desember 2019, Polri mencatat jumlah kecelakaan lalu lintas pada 2019 meningkat sebesar 3 persen dibanding tahun 2018. "Jumlah peristiwa kecelakaan lalu lintas selama 2019 berjumlah 107.500 kasus, dibandingkan tahun 2018, hanya 103.672 kasus," kata Hermawanto SH. M.H.Direktur Eksekutif LBH Transportasi di Jakarta.
Namun, lanjut dia, jumlah korban meninggal dunia berkurang 6 persen dibanding 2018 yakni dari 27.910 korban jiwa menjadi 23.530 korban jiwa. Dan faktor kesalahan manusia menjadi penyebab dominan lakalantas sepanjang 2019.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan, jelas Hermawanto, selama tahun 2019 prinsip keselamatan transportasi bukan prioritas bagi pemerintah, dan jika dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur jalan, terlihat Pemerintah lebih mengedepankan bangunan fisik sarana transportasi dan mengabaikan keselamatan transportasi.
Dan jika memperhatikan release Polri menyatakan, factor kesalahan manusia “Human Factor” menjadi penyebab utama kecelakaan, ini menunjukkan system keselamatan transportasi tidak berjalan sebagaimana seharusnya, sejak pada pemerintah selaku penanggungjawab transportasi, pemilik armada, hingga supir atau operator kendaraan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, LBH Transportasi menyampaikan catatan pertama, Pemerintah yaitu Kementrian Perhubungan maupun dinas – perhubungan di daerah harus meningkatkan pembinaan kepada pemilik kendaraan perihal kelayakan kendaraan yang dioperasionalkan.
"Pembinaan kepada Pengemudi Angkutan Umum di seluruh Indonesia sehingga dapat dipastikan memiliki kompetensi yang cukup ketika mengoperasikan kendaraan," papar LBH Transportasi.
Kedua, jelas Hermawanto, Pemerintah perlu memperhatikan dan mengawasi Sistem Hubungan Kerja dan Sistem Pengupahan Pengemudi Angkutan Umum (AU) dimana saat ini hanya bersifat “Mitra” pengusaha Bus, sehingga Pengemudi tidak mendapatkan Haknya dengan baik dan akan berdampak kepada Tanggung jawab Pengemudi di jalan.
Ketiga, Sistem Hubungan Kerja antara Pengemudi dan Pemilik Kendaraan juga bersinggungan langsung dengan jam kerja para pengemudi, hal ini berdampak pada kondisi kesehatan yang tidak dapat dimonitor. Masih banyak armada yang pengemudinya bekerja dengan jam kerja yg melebihi batas kewajaran diatas 8 jam sehari, padahal seharusnya 8 jam/hari sesuai pasal 90 UU 22/2009).
Keempat, LBH Transportasi berharap, agar pihak Kepolisian melakukan perbaikan dalam prosedur penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) untuk Pengemudi Angkutan Umum.
"Usulannya agar setiap Pengemudi AU yg mengajukan SIM, harus pernah mengikuti training Safety Driving AU, Defensive Driving dan Tanggap darurat yang dibuktikan dengan sertifikat yang diakreditasi oleh Pemerintah (Polri, Kemenhub, BSN)," tegas Hermawanto.(helmi)