KPK Harus Usut Sertifikat Ganda dan Penyerobotan Hutan Lindung
Kamis, 07 September 2017, 17:00 WIBBisnisnews.id – Kasus penerbitan sertifikat ganda dan penerbitan izin perkebunan di lahan hutan lindung diharapkan bisa menjadi perhatian bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga ini dinilai belum terlalu optimal dibanding periode kepemimpinan sebelumnya.
“Apalagi dalam penanganan kasus selama ini, KPK lebih banyak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) ketimbang pengungkapan kasus yang bertahun-tahun aman terpendam di pedalaman seperti sertifikat ganda penerbitan izn perkebunan di lahan hutan lindung,” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Burhanudin Abdulah kepada media di Jakarta, Rabu (6/9/2017).
"Kami melihat tindakan OTT yang dilakukan KPK itu tidak istimewa. Seharusnya dalam menangani kasus korupsi, KPK melakukan investigasi mendalam berdasarkan laporan masyarakat antara lain dugaan mark up, kecurangan dalam pekerjaan proyek, dan penyalahgunaan wewenang," ujar Burhanudin.
Sebaliknya, menurut Burhanudin, jika KPK hanya melakukan penanganan kasus berdasar OTT bisa menurunkan simpati publik. Kepercayaan publik idealnya harus bisa dijaga KPK. Sesuai dengan semangat pendiriannya yang dituangkan dalam UU Nomor 30/2002. "Tujuan KPK dibentuk karena semangat pemberantasan korupsi yang sangat besar," paparnya.
LAKI mengamati kiprah KPK sejak kepemimpinan jilid pertama sampai sekarang Lembaganya tetap sama. Kepemimpinan tiap jilid berbeda. Respon atau kepercayaan publik sangat tinggi dinilai pada era kepemimpinan Antasari Azhar dan Abraham Samad. Sejumlah kasus besar mampu diungkap.
"KPK kalau tidak menjalankan UU secara proposional bisa runtuh. Kini respon publik terhadap KPK menurun yang perlu dievaluasi," katanya.
Merupakan sebuah kewajaran, lanjutnya, jika KPK dengan mudah melakukan OTT. Pasalnya kewenangan memang diberikan. Kemudian dukungan dana juga sangat besar kepada KPK. Padahal cukup banyak indikasi korupsi yang harusnya bisa diusut KPK dengan kewenangan dan kemampuannya.
Burhanudin mengingatkan, KPK sebagai lembaga Ad Hoc bisa saja runtuh dengan dibubarkan kalau gagal menjalankan fungsinya dengan optimal. Kinerja aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian bila mendapat kewenangan menyadap dan didukung dana besar bisa saja menggantikan peran KPK, kalau hanya untuk OTT. "Idealnya kejaksaan dan kepolisian juga perlu diberi anggaran besar untuk mengungkap kasus korupsi," kata Burhanudin.
Dengan demikian, LAKI melihat KPK melakukan koordinasi dan supervisi dengan penegak hukum juga kurang berjalan dengan maksimal. Koordinasi itu padahal diperlukan untuk supervisi bila progres kasus yang ditangani polisi dan kejaksaan kurang maksimal.
"Ada kewenangan KPK mengambil alih kasus yang ditangani kejaksaan dan kepolisian agar penuntasannya berjalan cepat. Harusnya KPK membuktikan sebagai lembaga superbodi," kata Burhanudin.
Meski begitu, KPK bisa tetap bertahan bila tetap menjaga independensi dalam menangani korupsi dan tidak tebang pilih. Kemudian bebas intervensi pihak manapun. "Tapi kalau tidak mampu mempertahankannya, KPK bisa meredup," kata Burhanudin.
Menurutnya, bila taring KPK lumpuh, penanganannya korupsi supaya tetap jalan diusulkan pemerintah membentuk satgas anti korupsi. Satgas itu berisi gabungan antara penyidik kepolisian dan kejaksaan ditambah kalangan profesional. Satgas anti korupsi bisa terbentuk sampai ke daerah. "Peran kepolisian dan kejaksaan bisa dioptimalkan," katanya. (Gunawan Tarigan)